Raditya Dika Sukses Debut Film
Komedi Romantis
Marmut
Merah Jambu
Judul :
Marmut Merah Jambu
Rilis :
8 Mei 2014
Genre :
Komedi, Romantis
Pemain :
Raditya Dika, Christoffer Newlan, Julian Liberty, Sonya Pandarmawan, Kamga Mo,
Franda, Dina Anjani, Tio Pakusadewo, Jajang C. Noer, Kevin Julio, Pandji
Pragiwaksono, Feby Febiola, Andovi Da Lopez, Anca Blanca, MC Danny, Boy Hamzah
Sutradara : Raditya Dika
Produksi :
Starvision Plus
Raditya
Dika adalah sosok multimedia yang mengibaratkan cinta pertama dengan filosofi
marmut merah jambu. Ia membayangkan marmut merah jambu yang berlari di sebuah
roda, terus berlari, tetapi nyatanya si marmut merah jambu itu tidak
kemana-mana. Begitulah cinta pertama yang masih selalu terkenang. Setidaknya
bagi Raditya Dika yang mengenang Ina, sebagai cinta pertamanya di masa SMA.
Kisah
nyata Raditya Dika itu bisa dinikmati dalam film Marmut Merah Jambu yang
disutradarai sendiri olehnya. Ya, inilah debut pertama Dika, begitu ia akrab
disapa, sebagai sutradara film dari buku karyanya sendiri dengan judul yang
sama. Tidak tanggung-tanggung, selain juga tentu saja sebagai pemain, Dika pun
merangkap pula sebagai penulis skenario.
Marmut
Merah Jambu merupakan buku ketiga karya Dika yang diangkat menjadi film oleh
Starvision. Jika film sebelumnya Cinta Brontosaurus dan Manusia Setengah Salmon
berkisah tentang Raditya Dika dewasa, dalam Marmut Merah Jambu penonton diajak
masuk dalam masa SMA Raditya Dika, yang diperankan oleh Cristoffer Nelwan
Dalam
Marmut Merah Jambu, terbaca bahwa Dika menggunakan bahan racikan, yakni humor
yang bermain dengan kemlesetan persepsi populer yang beroperasi dalam logika
hiperbola. Ini tercermin sekali di shot pembuka film, dimana kamera bergerak
naik dari origami ayam-ayaman menuju wajah Dika yang tengah merapalkan naskah
ketika hendak bertemu orang tua Ina Mangunkusumo, cintanya sewaktu SMA.
Rapalan
naskah itu adalah latihan yang disulap menjadi humor dengan cara
melebih-lebihkannya sembari memlesetkan prakiraan penonton yang semula
menyangka bahwa naskah tersebut adalah peristiwa yang sebenarnya. Formula shot
pertama tadi diulang-ulang terus sampai habis, dimana Dika meminjam-minjam
bentuk stand-up comedy-nya yang biasa untuk kemudian diceritakan kembali dalam
film.
Malangnya,
pemberdayaan perkakas filmis (kamera, penyuntingan, dsb) tidak tampak lagi
hingga film usai. Sisa filmnya malah balik lagi ke sosok Raditya Dika yang
sebenarnya hanya mengulang-ulang dirinya sendiri dari satu film ke film
berikut, buku satu ke buku dua, panggung pertama ke panggung lainnya. Semua
komedian tentu tahu, bahwa mengulang-ulang guyonan tak akan membuatnya
bertambah lucu. Dalam Marmut Merah Jambu, formula guyonan yang terus berulang
berdampak pada tingkat kelucuan yang terus berlungsuran.
Debut Raditya Dika
Marmut Merah Jambu bisa
dibilang penentuan bagaimana hasil akhir dari debut sutradara dari Raditya Dika
ini dalam pengarahannya. Film ini berhasil diarahkan dengan begitu baik oleh
Raditya Dika dalam debut penyutradaraannya. Meskipun tak sampai menjadi satu
pengarahan yang mengagumkan, tetapi Raditya Dika berhasil mengarahkan novelnya
menjadi film komedi romantis yang begitu manis dan menyenangkan untuk diikuti.
Marmut Merah Jambu pun
mampu berdiri sejajar dengan Manusia Setengah Salmon dan malah bisa setingkat
lebih baik. Komedi yang disajikan di film ini tetap memiliki khas Raditya Dika
dan masih mampu mengundang tawa saat menontonnya. Raditya Dika tahu bagaimana untuk
menyelipkan komedi-komedi miliknya di saat yang tepat sehingga setiap komedinya
berhasil mengenai sasaran.
Di Marmut Merah Jampu
pun, masih ada beberapa komedi yang tidak memiliki kekuatan penuh untuk
mengundang semua penonton agar tertawa bersama-sama saat menontonnya. Hal
tersebut terjadi karena intensitas komedi yang ada di film ini terlalu sering
muncul di permukaan film yang akhirnya memiliki kesan memaksa untuk beberapa
adegan.
Perlunya jeda untuk film
komedi adalah satu hal yang diperhatikan. Tentunya, agar cerita-cerita yang
menjadi pondasi kuat untuk jalannya sebuah film itu bisa diperhatikan dengan
sangat baik. Marmut Merah Jambu memiliki satu masa di mana lelucon-lelucon itu
harus dikurangi agar cerita cinta dan pertemanan Dika, sang pemeran utama ini
bisa lebih diperhatikan lebih lagi. Satu hal yang menarik di Marmut Merah
Jambu, menggunakan alur campuran dengan transisi yang menarik.
Marmut Merah Jambu
memiliki pakem yang berbeda ketimbang dua film sebelumnya. Tentu, itu menjadi
kekuatan lain untuk Marmut Merah Jambu hingga tidak membuat Marmut Merah Jambu
ini berjalan lurus-lurus saja. Akhirnya memberikan cita rasa lain untuk
menceritakan cinta pertama saat SMA yang berujung pada kisah cinta Dika saat
dirinya sudah dewasa.
Raditya Dika juga
berhasil mengarahkan cerita cinta remaja untuk filmnya ini dengan manis. Filmnya
dikemas dengan sedemikian rupa sampai paruh ketiga dari film ini tiba, kesan
manis dan romantis itu berhasil disajikan kepada penontonnya dengan kekuatan
penuh dan sangat berhasil. Kesan Romantis yang dibangun di Marmut Merah Jambu
pun tak memberikan kesan murahan.
Dibalut dengan
soundtrack-soundtrack menarik dan manis di setiap adegannya yang mampu
berkoneksi baik dengan adegan-adegan romantis di film ini. Tentu saja, dengan
shot indah yang ditangkap dan disajikan di setiap frame-nya, sehingga bisa mendapatkan gambar-gambar indah yang dapat
menguatkan kesan romantis itu. Ditambah dengan set dalam production value yang juga menekankan kesan manis untuk adegannya.
Over all, Marmut Merah Jambu adalah usaha debut
penyutradaraan Raditya Dika yang berhasil. Dengan komedi-komedi renyah dan
kisah cinta romantis tentang cinta pertama dikemas menarik yang akan menarik
perhatian penonton remaja khususnya, meskipun memiliki beberapa kesalahan kecil
dalam presentasi leluconnya. Tetapi, Marmut Merah Jambu berhasil menaruh
patokan lumayan tinggi untuk sebuah film komedi romantis di perfilman
Indonesia.
(Abdi
Sanjaya)