Faculty of Green
Economy & Digital Communication
Digital
Communication Study Program / 2015-2016
NAMA : ABDI SANJAYA
NIM :
004135602653083
MAKUL : Etika dan Hukum Media
HARI/TANGGAL : Selasa, 13 Oktober 2015
SOAL
1 Mengapa
pertimbangan etika dan hukum diperlukan atau bahkan dapat dikatakan sebagai
sebuah kemestian berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi media?
Jelaskan secara komprehensif dan
berikan contoh kasusnya!
JAWABAN:
Merujuk
pada konsep-konsep etika dalam media, khususnya di dunia pers, setiap kegiatan
yang dilakukan baik produksi, distribusi, maupun konsumsi media memerlukan
pertimbangan etik. Paling tidak terdapat dua pertimbangan etik, yaitu
pertimbangan etik yang mengatur perilaku profesi jurnalis dan pertimbangan etik
yang mengatur perilaku perusahaan media secara umum yang terbentuk dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang penyiaran (Amalo, 2015) .
Pertimbangan-pertimbangan
etika jurnalistik dalam dunia pers secara umum, yaitu menyampaikan informasi
penting kepada public secara akurat, jujur, dan tidak berpihak. Dari ketiga
regulasi tersebut, kode etik merupakan ujung tombak yang berperan penting dalam
hal praktek jurnalistik. Selain itu, sebagai institusi social yang mencakup
banyak kepentingan (masyarakat, pemilik media, wartawan, logika pasar,
institusi politik, social, ekonomi dan budaya) dalam kegiatan media massa juga
sangat dibutuhkan Perundang-Undangan dan tata aturan etika. Hal tersebut
berperan penting dan bertujuan untuk melindungi masyarakat serta melindungi
profesi wartawan dan institusi media itu sendiri.
Selain
itu, ada beberapa pertimbangan etika dan hukum yang diperlukan dan diterapkan
dalam kerja di media. Pertama media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat
terhadap public. Realitas menunjukkan bahwa media rentan memanipulasi public.
Dengan demikian, etika dan hukum komunikasi dibutuhkan untuk melindungi publik
yang lemah dari manipulasi media (Haryatmoko, 2007) .
Kedua,
etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan
berekspresi dan tanggungjawab media. Salah satunya adalah mengingatkan tendensi
korporatis media besar yang selalu memonopoli kritik, sementara kerja-kerja
mereka tersebut tidak ingin dikritik dengan argument kebebasan pers. Ketiga,
etika komunikasi ingin menghindari dampak negative dari logika instrumental
media yang bertujuan untuk mempertahankan eksistensi media di depan public (Haryatmoko, 2007) .
Etika
sendiri menjadi pegangan utama bagi para pekerja media di luar regulasi dan
kebijakan pemerintahan yang bersifat formal. Etikalah yang memandu komunikator
mengenai bagaimana seharusnya mereka berperilaku dalam berbagai situasi, di
mana kegiatan mereka mungkin mempunyai dampak negative terhadap orang lain
Kemudian,
berbicara soal etika tidak hanya menyangkut dunia jurnalistik saja, tetapi juga
dalam dunia penyiaran kode etik perlu dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang didalamnya terdapat
pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. Etika penyiaran memang
sudah disusun sebagai landasan moralitas dalam program siaran Lembaga Penyiaran
(KPI, 2015) .
Namun,
sampai saat ini praktik etika penyiaran masih belum sempurna. Pelanggaran kode
etik terus saja terjadi dan hanya mendapat sanksi berupa teguran. Di Indonesia
sendiri, ada beberapa contoh kasus yang melanggar etika dalam bermedia,
khususnya media penyiaran. Salah satu contoh yang belum lama terjadi adalah
prosesi pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita yang pertama kali dipelopori oleh
Trans TV pada 16 dan 17 Oktober 2014 kemudian RCTI mengikuti untuk bagian
resepsi.
Sebelum
prosesi dilaksanakan, stasiun TV tersebut telah memberikan porsi lebih untuk
menayangkan pra acara pernikahan Raffi dan Gigi. Namun parahnya, pada Oktober
2014 Trans TV menyiarkan prosesi secara live
dengan durasi sekitar 17 jam (Khumaini, 2014) . Atas perbuatan tersebut, KPI
melayangkan surat teguran tertulis di karenakan pemakaian durasi secara tidak
wajar dan tidak memberikan manfaat kepada public sebagai pemilik frekuensi. KPI
Pusat juga memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar
Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 pasal 11 ayat
(1) (Khumaini, 2014) .
Oleh
karena itu, dari contoh kasus diatas, dalam menegakkan etika media penyiaran di
Indonesia tentunya diperlukan regulasi of
fairness untuk mengontrol dan memutuskan kebijakan media penyiaran agar
tercipta dunia penyiaran yang sehat, seimbang, dan dinamis antara pemangku
kepentingan yakni KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), pengelola industri
penyiaran, pemerintah, dan public yang mengkonsumsi media dan harus saling
berelasi untuk menyamakan kepentingan dan mengambil keputusan yang tepat
mengenai etika-etika dalam media penyiaran.
SOAL
2 Bagaimana
pandangan saudara mengenai ruang public dan keterkaitannya dengan demokrasi
yang dianut oleh sebuah negara?
Penjelasan dilengkapi contoh
ruang public di Indonesia, dikaitkan juga dengan kondisi civil society
Indonesia!
JAWABAN:
Ruang
public ditujukan sebagai mediasi antara masyarakat dan negara dengan memegang
tanggungjawab negara pada masyarakat melalui publisitas. Tanggungjawab negara
mensyaratkan bahwa informasi-informasi mengenai fungsi negara di buat agar bisa
diakses sehingga aktifitas-aktifitas negara menjadi subyek untuk dikritisi dan
mendorong opini public.
Di dalam
upaya untuk mengembangkan peran civil society, maka di sini diperlukan adanya
system demokrasi dalam suatu negara. Namun, sangat sulit bagi sebuah negara
yang memiliki tingkat pluralitas tinggi untuk menerapkan system demokrasi.
Contohnya seperti di Indonesia yang memiliki pluralitas yang cukup tinggi,
sehingga masih sulit untuk menerapkan demokrasi.
Demokrasi
sendiri tidak cukup hanya dibangun dengan terpilihnya pemimpin sipil lewat
pemilihan umum yang jujur dan adil. Demokrasi membutuhkan kepemimpinan politik
yang mampu membangun fondasi bagi tegaknya supremasi hukum, terjaminnya hak-hak
asasi warga negara, pers yang bebas, dan system politik yang seimbang diantara
lembaga-lembaga negara (Judittya, 2015) .
Disisi
lain, demokrasi juga akan berjalan apabila masyarakatnya ikut mendukung dan
menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam kondisi Indonesia saat ini,
kepemimpinan politik bangsa masih kelihatan lemah. Masyarakatnya juga baru
belajar berdemokrasi dan menganggap semua persoalan seakan-akan bisa
diselesaikan lewat unjuk rasa.
Dengan
kata lain, good governance hanya bisa
tercipta melalui pemerintahan yang kuat dan terkonsolidasinya masyarakat madani
(civil society) yang memposisikan
dirinya sebagai kelompok penyeimbang negara (Sutrisnowati, 2013) . Persoalan sengit yang dihadapi oleh
bangsa ini adalah penataan kembali system kelembagaan politik, public, dan
social kemasyarakatan. Selain itu juga, masyarakat demokratis tidak mungkin
tanpa peradaban masyarakat madani (civil
Society).
Civil society dan demokrasi ibarat “the two side at the same coin”. Artinya jika civil society kuat, maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Sebaliknya, jika demokrasi tumbuh dan berkembang dengan baik, maka
civil society akan tumbuh dan
berkembang dengan baik. Sebab itulah para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi dan
saling memiliki keterkaitan dan hubungan antara satu dengan yang lainnya (Sutrisnowati, 2013) .
Menguatnya
civil society saat ini sebenarnya
merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi untuk
mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu di
masyarakat. Di Indonesia sendiri juga banyak dijumpai individu, kelompok
masyarakat, elite politik, dan elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas
nama demokrasi, walaupun secara esensial.
Kemudian,
berbicara mengenai berkembangnya masyarakat madani (civil society) di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran
HAM dan pengecangan kebebasan berpendapat, berserikat, dan kebebasan untuk
mengemukakan pendapat di muka umum, lalu dilanjutkan dengan munculnya berbagai
lembaga-lembaga non-pemerintah yang mepunyai kekuatan dan bagian dari control
social.
Sampai
pada masa Orde Baru pun, tekanan demokrasi dan penindasan HAM tersebut masih
luas dan bahkan menjadi tontonan gratis yang bisa dinikmati oleh siapa saja
untuk segala usia. Misalnya pada contoh kasus pemberedelan lembaga pers seperti
MAJALAH TEMPO (Haryanto, 2013) . Pembredelan Majalah Tempo selama 19 tahun tersebut adalah kisah sejarah. Namun,
bagaimana Tempo terus berjalan
setelah hampir beberapa dekade tersebut harus tercatat dalam sebuah sejarah.
Bagaimanapun,
pembredelan bukan lagi suatu tindakan popular oleh penguasa ketika arus
informasi mengalir deras, namun ketegaran untuk menjadi pemberi informasi yang
harus benar. Contoh kasus 19 tahun pembredelan Majalah Tempo tersebut adalah pelajaran berharga kepada rekan-rekan
pengelola industry media sampai saat ini (Haryanto, 2013) .
Selain
contoh kasus diatas, ada lagi kasus yang sering terjadi di Indonesia. Misalnya
banyak terjadi pengambilan hak-hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan
pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan Hak Asasi
Manusia (HAM), karena hak tanah atas nama yang secara sah memang dimiliki oleh
rakyat. Dipaksa dan diambil alih oleh penguasa haknya karena alasan pembangunan
sebenarnya masih bersifat semu. Hal ini semua merupakan indikasi bahwa
Indonesia masih belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
Melihat
fenomena itu semua, maka secara esensial Indonesia memang mebutuhkan
pemberdayaan dan penguatan masyrakat secara komprehensif agar memiliki wawasan
dan kesadaran demokrasi yang baik serta mempu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak
Asasi Manusia. Oleh karena itu, maka diperlukan pengambangan masyarakat madani
(civil society) dengan menerapkan
strategi pemberdayaan dan pembinaan agar mencapai hasil yang optimal.
Referensi:
Amalo, G. (2015, January 8). Pertimbangan dalam
Soal Etika Media. Retrieved from Kedai Tjerita: Roeang Oelah Pikir &
Boedi Pekerti: http://gentryamalo.com/2015/pertimbangan-dalam-soal-etika-media/
Haryanto, I. (2013, Juny 21). 19 Tahun Pembredelan
Majalah Tempo. Retrieved from Tempo.co:
http://www.tempo.co/read/kolom/2013/06/21/755/19-tahun-pembredelan-majalah-tempo
Haryatmoko. (2007). Manipulasi Media, Kekerasan,
dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Judittya, R. (2015, Juny 25). Media Baru &
Politik. Retrieved from Institut Komunikasi Indonesia baru:
http://komunikasi.us/index.php/course/18-teknologi-dan-media-baru/5060-potilik-dan-media-baru
Khumaini, A. (2014, October 17). Siarkan nikah
Raffi-Gigi dua hari, Trans TV resmi ditegur KPI. Retrieved from
Merdeka.com:
http://www.merdeka.com/peristiwa/siarkan-nikah-raffi-gigi-dua-hari-trans-tv-resmi-ditegur-kpi.html
KPI. (2015, October 10). Komisi Penyiaran Indonesia.
Retrieved from UNDANG-UNDANG PENYIARAN: http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%2032%20Tahun%202002%20tentang%20%20Penyiaran.pdf
Sutrisnowati, V. F. (2013). CIVIL SOCIETY, KONSEP
UMMAH DAN MASYARAKAT MADANI . Portal Garuda, 13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar