SURAT TERAKHIR
By Abdi Sanjaya
Aku Gracia Rossela, biasa
dipanggil Grace oleh teman-temanku di kampus. Aku sangat beruntung dibesarkan
dengan wajah yang sangat cantik, tinggi, langsing, dan berkulit mulus, serta
kuliah di Universitas termahal di Indonesia. Aku tidak mengira bahwa aku bisa
kuliah di Universitas tersebut karna keadaan keluarku yang minim.
Keberuntunganku menjadi gadis yang pintar dan selalu mendapatkan prestasi
membuat diriku bisa kuliah di Universitas termahal dari cabang beasiswa.
Namun, kebahagiaanku mendapatkan
kesempurnaan selalu dihalangi oleh seorang wanita tua renta yang hanya memiliki
mata satu. Ya…! Dia adalah ibu ku. Ibu yang selalu membuatku malu dan selalu
menjadi penghalang untuk kesempurnaan hidupku. Aku sangat benci. Benar-benar
benci dengan ibuku yang buta.
Pernah suatu saat ketika aku
pulang kuliah dengan teman-temanku, Aku berpapasan dengan ibu yang kebetulan
sedang menyapu di depan rumah. Sekilas aku melihat wajahnya tersenyum sambil
mengacungkan tangan tanda sambutan kepada anaknya yang baru pulang dari kampus.
Hah! Tak ada sedikitpun dari raut wajahku untuk tersenyum kepadanya. Sungguh
sangat malu apabila aku bersalaman dan mencium tangan ibuku. Itu sangat
menjijikan dan sangat memalukan dalam hidupku. Apalagi jika aku bersalaman
dengan ibu tepat didepan temanku. Sungguh memalukan!
“Grace! Dia ibumu?” Tanya salah
seorang temenku singkat.
“Bukan! Dia pembantu!” Jawabku
lantang sambil masuk kedalam rumah.
***
Keesokan harinya aku sangat marah
dengan ibu gara-gara ibuku datang ke kampus mengantarkan bekal makananku yang
kebetulan tertinggal. Aku menarik tangan ibu keluar kampus dan membantingnya.
“Sudah ku katakan Ibu jangan
pernah untuk menemuiku di kampus!” tegas ku singkat. “ibu itu buta! Dan ibu
bisa membuat aku malu! lanjut ku sambil menghentakkan kaki pergi menjauh
darinya. Selanjutnya aku tak tahu ia pergi kemana, pulang kerumah, atau
menjajakan makanan yang ia jual.
Sesaat aku kembali ke kelas,
teman-temanku malah meledekku dan bertanya:
“Ibu mu punya mata satu?”
Sekilas mendengar itu, aku
langsung menampar wajah temanku sekeras-kerasnya. Kemudian aku berlari pulang
kerumah untuk melampiaskan kemarahanku kepada ibu. Dirumah aku langsung masuk
kamar dan memasukkan pakaianku ke dalam koper. Melihat kejadian itu, ibu
langsung panic dan berusaha menenangkanku. Namun, percuma saja ibu meleraiku
karna hatiku benar-benar marah.
“Grace, jangan pergi Grace! Ibu
mohon…!” kata ibu sambil menangis dan memegang tanganku.
Merasa dihalangi aku pun berusaha
melepaskan genggaman tangan ibu di tangan ku kemudian aku mendorong ibu sampai
terjatuh dilantai.
“Kenapa sih ibu punya mata satu!
Ibu hanya membawa bahan tertawaan dalam hidupku! Kenapa ibu tidak mati saja!
Aku benci Ibu!” sahutku langsung pergi. Di situ ibu hanya menangis
tersedu-sedu.
***
Sudah seminggu aku meninggalkan
rumah. Ibu memang selalu menelponku, tapi tak pernah aku jawab telpon darinya.
Bahkan aku menggati SIM card ku agar ibu tidak pernah menghubungiku.
Suatu ketika diminggu yang sama
aku mendapatkan kiriman surat dari bapak pos. Aku membuka surat itu. Bentuknya
terlihat usang dan kucel. Lalu aku membacanya.
“Anak ku,
Ibu pikir hidupku sudah cukup lama
saat ini. Ibu minta maaf apabila ibu memiliki banyak kekurangan. Ibu menyesal
dan ibu tidak akan pernah lagi datang ke kampus untuk kamu. Ibu minta maaf
jikalau ibu hanya memiliki satu mata dan ibu hanya membawa malu untuk mu.
Kamu tahu? Ketika kamu masih
sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan dan kehilangan satu matamu.
Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu
mata, maka ibu memberikan mata untuk mu.
Ibu sangat bangga denganmu nak!
Kamu bisa melihat dunia dengan leluasa, kamu bisa melihat dunia baru untuk ibu,
dan menggantikan ibu dari mata itu. Ibu tidak akan pernah marah kepadamu atas
apapun yang kamu lakukan. Beberapakali ketika kamu marah kepada ibu, ibu hanya
berfikir bahwa ini karna kamu mencintai ibu.
Ibu rindu ketika kamu masih kecil
dan berada disekitar ibu. Ibu rindu ketika ibu memeluk mu, membelai rambutmu,
bahkan mencium keningmu.
Ibu sangat merindukanmu nak… kamu
adalah dunia ibu…”
Setelah membaca surat itu, aku
langsung berlari sekencang-kencangnya. Di jalan pikiranku entah melayang
kemana. Aku berlari sambil teringat flashback ketika aku mendorong ibu, mengatakan
kata-kata yang tak sewajarnya kepada ibu, mencampakkannya… dan aku sangat
menyesal. Belum lagi sesampai dirumah aku dikagetkan oleh banyak orang yang
berpakaian hitam. Aku kaget dan benar-benar kaget.
Bahkan aku sangat kaget ketika
ada sesosok wanita tua terbaring pucat berbungkuskan kain putih di
tengah-tengah kramaian orang. Ya.. wanita tua itu adalah ibu ku, ibu yang
selama ini membesarkanku, mengasih sayangi aku, merawatku, dan memberikan
separuh tubuhnya untuk kesempurnaanku. Tak dapat menahan isak tangis dimataku,
aku langsung memeluk jasat ibu. Jasat ibu yang sudah tak bernyawa dan tak akan
pernah kembali lagi untukku. Aku menagis semerta-merta dan menjadi-jadi.
Di situ aku benar-benar menyesal.
Menyesali hidup yang selama ini aku lakukan kepada ibu. Seharusnya aku tak akan
pernah malawan ibu selayaknya ia mengajariku dengan sabar, membantingnya
selayaknya ia menggendongku waktu kecil, dan meninggalkannya selayaknya ia
melindungiku ketika aku mendapatkan kecelakaan. Aku menyesal dan menyesal… ibu…
maafkan aku…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar