I.
PENGERTIAN
WAWANCARA
Wawancara adalah tanya
jawab dengan maksud memperoleh data untuk keperluan tertentu, misalnya untuk
bahan berita. Tanya jawab dilakukan oleh dua pihak. Pihak pertama adalah
pewawancara dan merupakan orang yang mengajukan pertanyaan. Adapun pihak kedua
adalah orang yang diwawancarai atau narasumber. Narasumber merupakan orang yang
memberikan jawaban atas pertanyaan dari pewawancara. Wawancara dapat dilakukan
secara langsung (tatap muka) atau melalui telepon. Apabila wawancara dilakukan
secara langsung, semua indra pewawancara dapat menyerap informasi, kata-kata,
sekaligus penggambaran narasumber. Sebagai contoh, pewawancara dapat melihat
mata narasumber. Mata itu mampu bercerita banyak ketika narasumber menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Pewawancara juga dapat memperhatikan
pakaian, gerak atau bahasa tubuh, dan ekspresi wajah narasumber sehingga
keadaan narasumber (gelisah, tenang, atau borbohong) dapat diketahui.
Wawancara melalui telepon tidak memungkinkan pewawancara
melihat fisik orang yang diwawancarai. Wawancara melalui telepon kurang dapat
menyajikan gambaran narasumber secara utuh.
II.
TEKNIK
WAWANCARA
Teknik
wawancara merupakan salah satu teknik reportase yang dapat dilakukan seorang
wartawan. Wawancara berita menjadi bagian penting dalam proses pencarian
berita. Oleh karena itu, seorang wartawan harus menguasai pula teknik
wawancara. Wawancara berita merupakan teknik atau keterampilan yang wajib
dimiliki wartawan. Wawancara sering dihubungkan dengan pekerjaan jurnalistik.
Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi, data, atau keterangan tambahan
yang penting dan menarik untuk penyusunan berita. Newson dan Wollert, dalam
buku Media Writing, Newa for the Mass
Media (1985) menyatakan bahwa wawancara merupakan alat utama dalam
pengumpulan bahan berita. Melalui wawancara, seorang wartawan dapat menggali
informasi yang lebih optimal dari narasumber.
Teknik
wawancara dapat dilakukan dengan sambil lalu. Wawancara berita setidaknya
membutuhkan beberapa keterampilan dasar, yang mencakup:
Ø Memahami
maksud dan tujuan wawancara
Ø Menguasai
topik dan materi wawancara
Ø Mampu
menata organisasi wawancara, termasuk waktu wawancara
Ø Mampu
mendeteksi kesesuaian hasil wawancara dengan proyeksi
Ø Berita
yang akan ditulis
Wawancara
sangat menentukan kualitas suatu berita. Transparansi dan pertanggung jawaban
penyajian suatu berita yang paling objektif dapat dihasilkan melalui wawancara.
Wawancara berisi pendapat, pandangan, dan pengamatan narasumber yang dapat
menjadi bahan penulisan berita. Wawancara dibutuhkan untuk mendapatkan
keterangan, fakta, data-data, penegasan, dan informasi lainnya. Wawancara
berguna untuk memastikan, mengklarifikasi, mengecek, atau meluruskan kembali
berbagai informasi yang beredar maupun berita yang dilansir.
A.
Persyaratan
Wawancara Berita
Wawancara untuk
kepentingan jurnalistik tidaklah berlangsung sederhana. Di samping keterampilan
dasar yang harus dimiliki dalam melakukan wawancara, seorang wartawan harus
memenuhi persyaratan dalam melakukan wawancara berita. Untuk dapat melakukan
wawancara yang baik, setidaknya dibutuhkan 8 (delapan) persyaratan pokok
wawancara, yang terdiri atas berikut ini:
a. Mempunyai tujuan yang
jelas. Apa target yang dicapai melalui
wawancara. Dengan tujuan yang jelas, wawancara berlangsung secara terarah.
Wawancara bukan obrolan atau bincang-bincang biasa.
b. Efisien.
Wawancara semestinya dilakukan secara ringkas (bukan singkat), tetapi mendalam
untuk mengungkap banyak hal yang perlu digali sebagai bahan berita.
c. Menyenangkan.
Wawancara bukanlah interogasi dan harus bebas dari tekanan. Suasana
menyenangkan dalam wawancara akan berdampak besar terhadap proses wawancara
antara wartawan dengan narasumber.
d. Mempersiapkan diri dan
riset awal. Wawancara perlu mempersiapkan diri,
bahkan perlu riset awal sebagai background pengetahuan atas masalah yang
menjadi topik wawancara. Bekal wawancara yang baik harus dipersiapkan sehingga
tanya jawab berjalan optimal.
e. Melibatkan khalayak.
Masalah yang pantas diwawancarai harus memiliki kepentingan terhadap masyarakat
atau publik.
f. Menimbulkan spontanitas.
Wawancara yang baik membutuhkan tanya jawab dan penciptaan suasana yang
spontan. Wawancara tidak perlu membaca pertanyaan demi pertanyaan. Spontanitas
dapat mencairkan suasana sehingga aliran informasi dapat lebih leluasa.
g. Mengendalikan suasana.
Dalam wawancara, wartawan harus mampu menjadi pengendali wawancara, bukan
sebaliknya, narasumber yang menguasai wawancara dan mengendalikan wartawan.
h. Mengembangkan logika.
Wawancara perlu menggali kesesuaian fakta dengan opini narasumber sehingga
mencapai dimensi logis. Wawancara bukan debat kusir, bukan pula argumentasi.
B.
Unsur-Unsur
Wawancara
Wawancara memiliki
unsur-unsur yang haru terpenuhi. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada,
wawancara tidak dapat dilakukan. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
·
Pewawancara atau orang
yang berkedudukan dan tebagai pencari informasi.
·
Narasumber atau informan
yang diwawancarai. Narasumber yang diwawancarai biasanya merupakan seseorang
yang memiliki keterkaitan dengan informasi yang diperlukan. Narasumber tersebut
dapat berupa tokoh, ahli, atau orang biasa.
·
Tema atau perihal yang
diwawancarakan. Tema menjadi pokok sekaligus pembatas hal-hal yang dibicarakan.
·
Waktu atau kesempatan dan
tempat.
C.
Jenis-Jenis
Wawancara
Wartawan harus melakukan
wawancara untuk melengkapi dan mempertajam suatu berita. Ada beberapa jenis
wawancara yang dikenal antara lain:
1.
Berdasarkan
Perangkat dan Teknik Pelaksanaannya
a. Wawancara
secara serta merta
Wawancara serta merta
adalah wawancara yang dilakukan secara spontan dan dilakukan dalam situasi
alamiah. Hubungan antara pewawancara dan narasumber berlangsung secara wajar.
Pertanyaan dan jawaban berjalan sebagaimana layaknya obrolan sehari-hari.
b. Wawancara
dengan Petunjuk Umum
Pewawancara dalam
wawancaradengan petunjuk umum perlu membuat kerangka atau pokok masalah yang
akan ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan
sebelum wawancara dilangsungkan.
c. Wawancara
dengan Seperangkat Pertanyaan yang Telah Dibakukan
Urutan pertanyaan,
kata-kata, dan cara penyajian pertanyaan dalam jenis wawancara ini sudah
ditetapkan. Pewawancara hanya membacakan pertanyaan-pertanyaan yang telah
dipersiapkan itu secara apa adanya.
2.
Berdasarkan
Cara Mengajukan Pertanyaan
a. Wawancara
Berstruktur
Wawancara berstruktur
adalah wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara
sistematis. Pertanyaan yang diajukan tersebut telah disusun sebelumnya.
b. Wawancara
Tidak Berstruktur
Wawancara tidak
berstrutur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih
luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Biasanya pertanyaan muncul secara spontan sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara.
3.
Berdasarkan
Pelaksanaannya
a. Wawancara
Spontan
Wawaqncara spontan
terjadi jika kegiatan wawancara tidak direncanakan sebelumnya atau terjadi
secara spontan. Sebagai contoh, wawancara yang dilakukan pada saat terjadi
kebakaran. Seorang wartawan harus mewawancarai korban, saksi, maupun petugas
kebakaran untuk meliput kebakaran itu.
b. Wawancara
Terencana
Wawancara terencana
adalah wawancara yang sengaja direncanakan. Sebagai contoh, wawancara dalam
acara televisi atau radio yang sengaja mengundang narasumber ke studio.
Tujuannya tentu mewawancarai narasumber mengenai pokok persoalan yang telah
ditentukan sesuai topik yang akan diperbincangkan.
4.
Berdasarkan
Tempat Pelaksanaannya
Wawancara dapat dilakukan
secara tertutup dalam ruangan khusus maupun di dalam ruang terbuka. Wawancara
tertutup biasanya dilakukan berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat
pribadi dan rahasia. Adapun wawancara secara terbuka dapat dilangsungkan ketika
membahas permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Pada umumnya, dalam
wawancara terbuka jumlah wartawan atau pewawancara dan narasumber bisa lebih
dari satu orang. Contoh wawancara secara terbuka dapat kita saksikan ditelevisi
dalam acara seperti dialog, bincang-bincang, atau debat.
Hasil wawancara diharapkan menjadi
laporan yang lebih lengkap dengan mengungkapkan fakta yang lebih lengkap.
Selain itu, hasil wawancara diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang suatu peristiwa. Dengan demikian, berita yang disajikan merupakan
perpaduan antara fakta ( fact news) dan
opini, pendapat, dan omongan (talk news).
Untuk menggali informasi atau keterangan
dari seseorang, wawancara yang dilakukan tidak boleh sekadar sambil lalu,
tetapi memerlukan kekhususan. Wawancara khusus opini mempunyai nilai tambah
dalam dunia jurnalistik, Jika:
·
Sumber wawancara
“memiliki nama” atau keistimewaan.
·
Opini yang dikemukakan
merupakan sesuatu yang sama sekali baru, dan
·
Opini yang dikemukakan
belum pernah dikemukakan kepada media lain.
D.
Tujuan
Wawancara
Terdapat beberapa tujuan
wawancara yang dilakukan oleh wartawan. Tujuan yang paling utama adalah mencari
keterangan atau informasi dari narasumber untuk membuat berita. Narasumber
tidak harus satu orang, tetapi bisa beberapa orang. Hal itu dapat ditentukan
berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Sebagai contoh, wartawan yang ingin
membuat berita tentang perampokan. Wartawan itu harus mewawancarai beberapa
narasumber, yaitu korban perampokan, saksi mata, dan pihak kepolisian. Ketiga
narasumber tersebut perlu dimintai keterangan oleh wartawan seputar perampokan
yang telah terjadi. Hasil wawancara itu kemudian diolah oleh wartawan dan
dijadikan bahan utama dalam membuat berita yang akan ditulisnya.
Tujuan wawancara Selain
mencari keterangan untuk membuat berita adalah mengonfirmasi atau melakukan
pengecekan benar atau tidaknya sebuah berita. Hal itu dilakukan kepada
pihak-pihak yang diberitakan. Melakukan konfirmasi atau pengecekan perlu
dilakukan agar wartawan tidak menulis berita yang belum tentu kebenarannya.
Sebagai contoh, seorang wartawan mendengar kabar dari rekannya bahwa ada
seorang pesinetron remaja yang nilai rapornya jelek karena terlalu sibuk
syuting. Seorang wartawan tidak boleh langsung menulis berita hanya berdasarkan
kabar dari rekannya. Seorang wartawan harus menanyakan atau mengonfirmasi
dengan cara mewawancarai pesinetron remaja yang dimaksud. Tujuannya untuk
mengecek kebenaran berita tersebut. Selain itu, wartawan harus mencari bukti
meyakinkan ke sekolah pesinetron yang dimaksud untuk mencari keteranga dari
guru atau wali kelasnya.
E.
Persiapan
Wawancara
Sebelum melakukan
wawancara, seorang wartawan harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Wartawan
harus mempersiapkan berbagai keperluan wawancara, baik perlengkapan maupun
materi wawancara. Materi wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajuakan kepada narasumber. Tanpa persiapan yang baik, dikhawatirkan terjadi
sesuatu yang dapat membuat malu wartawan itu sendiri, lembaga yang menugaskan,
maupun narasumber.
Berikut ini beberapa hal
yang harus dipersiapkan oleh wartawan sebelum melakukan wawancara:
v Menguasai
persoalan yang akan diperbincangkan. Jika perlu pewawancara dapat membuat
daftar pertanyaan, dari yang bersifat umum sampai yang detail.
v Menentukan
arah permasalahan yang digali dengan dilengkapi berbagai berita. Berita yang
dipilih harus berkaitan dengan bahan wawancara.
v Menetapkan
orang-orang yang akan menjadi narasumber untuk diwawancarai. Kriteria
narasumber harus jelas.
v Mengenali
sifat-sifat narasumber sebelum melaksanakan wawancara. Untuk mengenali
narasumber secara lebih dekat, wartawan dapat melakukan dua hal. Pertama,
bertanya kepada orang lain yang tahu atau dekat dengan narasumber. Kedua, membaca
tulisan dan riwayat hidup narasumber, termasuk keluarga dan kegemarannya.
v Membuat
janji terlebih dahulu dengan narasumber. Biasanya narasumber merupakan orang
yang sibuk, sehingga pengaturan waktunya harus benar-benar diperhatikan.
Wartawan harus menepati janji wawancara yang waktunya sudah disepakati bersama.
v Membaca
karakter calon narasumber. Hal ini diperlukan sebagai persiapan mental untuk
mengadakan wawancara. Ingat, setiap narasumber mempunyai karakter yang berbeda.
v Mempersiapkan
peralatan wawancara yang diperlukan. Sebagai contoh, buku catatan, bolpoin,
alat perekam, dan kamera jika diperlukan.
v Mempersiapkan
pakaian yang rapi untuk dikenakan. Seorang wartawan harus menghindari
penampilan yang kurang sopan.
F.
Bentuk
Pertanyaan Wawancara
Seseorang pewawancara
dituntut lihai dalam mengajukan pertanyaan agar mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dari narasumber. Oleh karena itu, pewawancara perlu menguasai
berbagai bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam wawancara. Bentuk-bentuk
pertanyaan yang dapat digunakan pada saat wawancara, yaitu:
1. Pertanyaan
Terbuka
Pertanyaan terbuka
memberi kesempatan kepada narasumber untuk memberikan setiap kemungkinan
jawaban. Pertanyaan terbuka biasanya dimulai dengan kata tanya siapa (who),
mengapa (why), apa (what), dimana (where), yang mana (which), berapa (who),
kapan (when), atau bagaimana (how).
2. Pertanyaan
Tertutup
Pertanyaan tertutup hanya
memberikan satu pilihan jawaban dari serangkaian tanggapan. Pertanyaan tertutup
biasanya dimulai dengan kata kerja. Untuk pertanyaan ini, jawaban yang mungkin
hanyalah “ya” atau “tidak”. Contohnya: “Apakah kamu menyesal hanya menjadi
juara harapan dalam lomba baca puisi itu?”
3. Pertanyaan
Langsung
Pertanyaan langsung
mengarah langsung pada target. Pertanyaan langsung bersifat segera dan jelas.
Tujuannya untuk memperoleh pengungkapan hal yang ingin diketahui. Contohnya:
“Pernahkah kamu menjadi juara lomba penulisan ilmiah pelajar tingkat provinsi?”
4. Pertanyaan
Tidak Langsung
Pertanyaan tidak langsung
bersifat menyembunyikan hal yang sebenarnya ingin diketahui oleh pewawancara.
Pertanyaan tidak langsung lebih memungkinkan menghasilkan jawaban yang jujur.
Contohnya: “Seberapa sering kamu ketahuan guru saat meninggalkan kelas pada
jam-jam pelajaran?”
5. Pertanyaan
Pilihan Ganda
Pertanyaan pilihan ganda
menyediakan kemungkinan satu rangkaian jawaban. Tujuannya untuk mengurangi
kemungkinan jawaban kurang penting dari narasumber yang berusaha mengelak atau
terlalu diplomatis. Contohnya: Mengapa Anda yang dikenakan tahanan kota?
Bagaimana dengan teman Anda yang turut dalam pesta miras waktu itu?”
6. Pertanyaan
Yang Mengarahkan dan Mengandung Saran
Contoh pertanyaan yang
mengarahkan dan mengandung saran: “kemana lagi Anda akan mengadukan nasib,
kalau tidak ke Lembaga Bantuan Hukum?”
7. Pertanyaan
Reflektif
Pertanyaan reflektif
digunakan untuk mendorong narasumber agar memberikan komentar lebih lanjut.
Contohnya: “Bagaimana anda dapat menyimpulkan bahwa kenakalan remaja diawali
dari kenakalan orang tua?”
8. Pertanyaan
Pengandaian
Pertanyaan pengandaian
dapat digunakan untuk mendorong narasumber agar berpikir ke depan. Contohnya: “Seandainya
kamu berhasil meraih juara pertama dalam lomba pelajar, apa yang akan kamu
lakukan?”
9. Pertanyaan
Netral
Pertanyaan netral adalah
pertanyaan yang tidak secara eksplisit atau implisit menyarankan jawaban yang
diinginkan. Contohnya: “Apakah Anda akan ikut dengan kami?”
10. Pertanyaan
Menggiring
Pertanyaan menggiring
adalah pertanyaan yang menyarankan jawaban yang diinginkan secara eksplisit
atau implisit. Contohnya: “Anda ikut dangan kami, kan?”
11. Pertanyaan
yang Membebani
Pertanyaan yang membebani
adalah pertanyaan yang direkayasa dengan mengisyaratkan jawaban yang
diinginkan. Pertanyaan yang membebani merupakan bentuk pertanyaan menggiring
yang sering menjengkelkan. Namun, tidak dapat disangkal bahwa pertanyaan yang
membebani terkadang menguntungkan karena mampu “memaksa” narasumber untuk
segera memberikan pendapat. Contoh pertanyaan membebani: “Bukankah kebijakan
baru Anda sudah dicoba pada masa lalu tanpa membawa sukses?”
G.
Pelaksanaan
Wawancara
1. Menjaga
Suasana
Menjaga Suasana sangat
penting dalam pelaksanaan wawancara. Suasana wawancara perlu dibuat nyaman.
Tujuannya agar wawancara berjalan santai atau tidak terlalu formal meskipun
membahas masalah yang serius. Menciptakan suasana yang nyaman dan baik
memerlukan waktu. Oleh karena itu, sebelum memasuki materi yang akan
dipercakapkan lebih baik dibuka dengan hal-hal yang umum. Sebagai contoh,
Wawancara diawali dengan menanyakan keadaan narasumber, misalnya masalah
kesehatan, hobi, atau hal lain yang mungkin menyentuh hati. Sifat basa-basi ini
diperlukan untuk menarik simpati agar narasumber tidak terlalu pelit dengan
pernyataan atau pendapat baru. Jika pewawancara sudah mengenal narasumber
secara dekat, basa-basi dapat dikurangi. Terlebih jika waktu untuk wawancara
sangat terbatas, pewawancara harus tanggap dan perlu membicarakannya sebelum
melangsungkan wawancara.
Hal-hal yang dapat
dilakukan pewawancara untuk menjaga suasana, antara lain sebagai berikut:
·
Tidak membuat narasumber
marah atau tersinggung sehingga percakapan langsung diputus.
·
Tidak marah-marah atau
memojokkan narasumber.
·
Hindari tempat yang
berisik, pilihlah tempat yang baik untuk bercakap-cakap dengan volume
pembicaraan yang normal/sedang.
·
Pastikan alat perekam
berfungsi dengan baik, Jika duduk di restoran lakukanlah pemesanan sebelum
memulai wawancara.
·
Jangan biarkan Narasumber
mengambil microphone. Minta Narasumber untuk nerbicara dalam suara normal
mereka (volume sedang) dan tahan microphone sekitar 10 cm dari mulut mereka.
·
Gunakan meja yang tepat,
tempatkan microphone di posisi yang pas sehingga baik suara pewawancara maupun
suara narasumber bisa didengar dan terekam dengan jelas dalam suara asli.
·
Jangan melakukan banyak
gerakan yang akan menimbulkan kebisingan. Jangan juga terlalu kaku dalam
gesture tubuh karena hal ini akan mempengaruhi sejauh mana narasumber akan
membuka diri kepada pewawancara.
2. Bersikap
Wajar
Kemungkinan dalam sebuah
wawancara, pewawancara berhadapan dengan narasumber yang tidak menguasai
persoalan. Jika hal itu terjadi, pewawancara harus pandai membawa diri.
Pewawancara harus dapat mencegah agar narasumber tidak berceramah dan tidak
merasa rendah diri. Pewawancara dapat mengarahkan narasumber tanpa harus
menggurui. Tujuannya agar narasumber dapat memahami persoalan yang akan digali.
3. Memelihara
Situasi
Pewawancara terkadang
terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi narasumber. Oleh karena itu,
dalam wawancara pewawancara harus pandai memelihara situasi agar mendapat
informasi yang dibutuhkan. Pewawancara tidak boleh terjebak kedalam situasi
perdebatan dengan narasumber yang diwawancarai. Pewawancara juga perlu
menghindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak berlebihan sehingga menjurus ke arah
interogasi atau menghakimi.
4. Tangkas
Menarik Kesimpulan
Pada saat wawancara
berlangsung, pewawancara dituntut setiap mengikuti setiap jawaban narasumber
untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Kesimpulan yang tepat membuat
wawancara dapat terus dilanjutkan secara lancar. Kesalahan yang sering
dilakukan oleh wartawan, yaitu kurang tangkas pada saat mengambil kesimpulan.
Akibatnya, narasumber harus mengulang kembali hal yang telah disampaikan. Jika
itu terjadi berulang kali, akan membuat narasumber bosan sehingga wawancara
tidak berkembang. Selain itu, Dapat membuat pintu informasi menjadi tertutup.
Akibat yang paling parah, yaitu kehilangan sumber berita karena narasumber
takut salah kutip.
Bagi narasumber yang
teliti dan kritis, setiap kalimat akan menjadi pengamatan. Salah kutip harus
dihindari dalam setiap wawancara. Jangan takut meminta pertanyaan diulang jika
ada kata yang kurang jelas. Sebagai contoh, ucapan dalam bahasa asing harus
selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.
5. Menjaga
Pokok Persoalan
Menjaga pokok persoalan
sangat penting dalam setiap wawancara. Tujuannya agar pewawancara mendapatkan
hasil yang memuaskan. Pewawancara dapat menjaga pokok persoalan ini sering
diliputi perasaan rikuh jika yang diwawancarai pejabat atau orang yang
mempunyai otoritas. Sering kali untuk menjaga perasaan tersebut, pewawancara
mengikuti hal-hal yang dikatakan narasumber. Meskipun demikian, pewawancara
harus tetap menjaga agar narasumber tidak lari dari pokok persoalan. Sebagai
contoh, pewawancara ingin mendapat gambaran tentang kerusakan lingkungan. Pada
awalnya narasumber bercerita tentang lingkungan, tetapi ditengah pembicaraan
keterangan narasumber menyimpang dari pokok persoalan. Jika sudah demikian,
pewawancara harus segera mengembalikan inti persoalan.
6. Bersikap
Kritis
Sikap kritis perlu
dikembangkan dalam wawancara agar informasi yang diperoleh lebih terinci dan
lengkap. Sikap kritis berkaitan dengan kemampuan pewawancara dalam menangkap
setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh narasumber. Jadi, apabila
narasumber salah mengungkapkan data, baik itu tentang angka, tempat kejadian,
atau hal lain, pewawancara dapat meluruskannya. Sikap kritis tidak hanya
menyangkut pokok persoalan, tetapi juga terhadap gerakan narasumber yang
diwawancarai. Hal ini penting sebagai bahan untuk menuliskan laporan agar utuh
dan penuh warna. Sebagai contoh, ketika narasumber memberikan keterangan dalam
keadaan gelisah, hal itu harus ditangkap sebagai isyarat yang dapat dituangkan
dalam tulisan. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh gambaran secara utuh.
7. Sopan
Santun
Sopan santun perlu dijaga
pada saat melakukan wawancara. Meskipun sudah sangat mengenal Narasumber,
pewawancara tidak boleh bersikap sembarangan, sombong dan tidak simpatik.
Sebagai contoh, jika akan merokok, pewawancara harus meminta izin, apalagi jika
ruangan tempat wawancara ber-AC dan narasumber tidak merokok. Hal-hal praktis
lain yang berkaitan dengan sopan santun saat melakukan wawancara, yaitu:
a. Jangan
salah mengeja nama orang yang diwawancarai, lebih baik tanyakan namanya sebelum
melakukan wawancara. Jika nama narasumber sulit dieja, mintalah dengan hormat
agar narasumber menuliskannya di buku yang digunakan untuk mencatat hasil
wawancara.
b. Pada
awal dan akhir wawancara, ucapkan terima kasih kepada narasumber yang telah
memberikan kesempatan dan informasi.
c. Pada
awal wawancara, sebutkan alasan melakukan wawancara sehingga narasumber
mengerti benar maksud wawancara.
d. Pada
akhir wawancara, kita dapat berpesan kepada narasumber untuk tidak keberatan
dihubungi jika data yang diperlukan ternyata masih kurang. Akhiri kegiatan
wawancara dengan kesan yang baik. Sampaikan kepada narasumber agar dapat
bertemu kembali. Tidak perlu berjanji akan memuat hasil wawancara, tetapi
berikan keyakinan arti penting dan manfaat hasil wawancara tersebut.
Sebelum
Hasil wawancara dipublikasikan, sebaiknya narasumber mengetahui rekaman atau
catatan pendapat yang dikemukakan dalam wawancara. Cara ini dapat menghindari
kesalahpahaman, dan memberikan kesempatan kepada narasumber untuk mengoreksi
kekeliruan.
H.
Kesulitan
Dalam Wawancara
Dari
beberapa jenis wawancara, ada beberapa kesulitan yang terjadi pada saat ingin
wawancara. Biasanya kesulitan terjadi karena beberapa hal:
·
Tidak ada persiapan
pengetahuan atau penggalian latar belakang narasumber setelah menentukan siapa
yang harus diwawancara berkaitan dengan topik yang ingin diberitakan. Hal ini
mengakibatkan pada saat wawancara berlangsung sang jurnalis tidak bisa
menyiapkan pertanyaan cadangan, atau bahkan mati kutu ketika narasumber diam
saja dan tidak responsive terhadap pertanyaan.
·
Peralatan tidak berfungsi
dengan baik. Apakah microphone, alat perekam, pena, tab/pad/notebook. Semua
jenis peralatan yang diperlukan, dan bahkan wardrobe atau pakaian yang dipakai
oleh jurnalis. Segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik sebelum
wawancara.
·
Tempat dan lokasi.
Memilih tempat dan lokasi harus sesuai dengan narasumber dan jenis informasi
yang kita inginkan. Apakah harus dilakukan di tempat yang benar-benar tenang
dan formal, atau tempat yang cukup tenang saja atau tidak bising tapi tidak
formal untuk mencairkan situasi. Semua hal itu harus disesuaikan pula dengan
waktu. Apabila wawancara malam-malam di lobi hotel, tentu hal ini akan
mengakibatkan sebuah kesalahpahaman.
·
Selalu mempunyai rencana
cadangan. Apa yang harus dilakukan apabila narasumber tidak aktif menjawab, apa
yang harus dilakukan jika peralatan rusak, apa yang harus dilakukan bila tempat
melangsungkan wawancara mendadak tidak lagi kondusif, dan lain-lain.
Satu-satunya yang tidak bisa diatasi dengan rencana cadangan adalah apabila
narasumber kita salah sasaran. Artinya, yang kita anggap akan jadi narasumber
lingkar kesatu kita, ternyata hanyalah penyedia fakta yang kurang penting. Hal
ini masih bisa diatasi dengan pertanyaan cadangan. Asalkan kita tidak
memaksakan narasumber untuk mengarang suatu informasi hanya karena kita tidak
ingin mencari orang lain untuk diwawancarai.
Satu
hal yang penting, pewawancara harus yakin dan percaya diri ketika wawancara
berlangsung. Selama wawancara berlangsung pewawancara perlu menyimak baik-baik
jawaban dari narasumber. Jangan biasakan memotong jawaban narasumber yang belum
selesai menjawab. Bersikaplah tenang dan tidak terburu-buru ketika mengajukan
pertanyaan. Bersikap terburu-buru dapat menyebabkan narasumber tidak mengerti
maksud pertanyaan pewawancara. Selain itu, dapat menghilangkan konsentrasi
pewawancara dalam melakukan wawancara.
Melakukan
wawancara memang membutuhkan keberanian tersendiri. Ketika melakukan wawancara,
pewawancara mungkin bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Selain itu,
pewawancara mungkin dituntut berbicara tentang masalah yang sedikit diketahui
sehingga menghadapi risiko disepelekan atau ditertawakan. Akan tetapi, tidak
mengajukan pertanyaan bagi seorang pewawancara merupakan hal yang buruk.
Pewawancara tidak akan pernah tahuhal-hal yang mungkin mengagumkan. Dengan
banyak bertanya, ada sebuah hadiah yang menanti, yaitu pewawancara dapat
belajar sehingga pengetahuan akan bertambah.
DAFTAR
PUSTAKA
Fadli,
R. 2005. Terampil Wawancara: Panduan
untuk Talk Show. Jakarta: Grasindo.
P.,Farida
Puji. 2007. Sukses Berwawancara. Yogyakarta:
Citra Aji Pratama.
Newsom,
W. Hinsom dan James A. Wollert. 1984. Media
Writing: News for the Mass Media. Illinois: Wadsworth.