Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Senin, 06 Oktober 2014

RESENSI FILM 1

Raditya Dika Sukses Debut Film Komedi Romantis
Marmut Merah Jambu
Judul               : Marmut Merah Jambu
Rilis                 : 8 Mei 2014
Genre              : Komedi, Romantis
Pemain          : Raditya Dika, Christoffer Newlan, Julian Liberty, Sonya Pandarmawan, Kamga Mo, Franda, Dina Anjani, Tio Pakusadewo, Jajang C. Noer, Kevin Julio, Pandji Pragiwaksono, Feby Febiola, Andovi Da Lopez, Anca Blanca, MC Danny, Boy Hamzah
Sutradara        : Raditya Dika
Produksi          : Starvision Plus

Raditya Dika adalah sosok multimedia yang mengibaratkan cinta pertama dengan filosofi marmut merah jambu. Ia membayangkan marmut merah jambu yang berlari di sebuah roda, terus berlari, tetapi nyatanya si marmut merah jambu itu tidak kemana-mana. Begitulah cinta pertama yang masih selalu terkenang. Setidaknya bagi Raditya Dika yang mengenang Ina, sebagai cinta pertamanya di masa SMA.
Kisah nyata Raditya Dika itu bisa dinikmati dalam film Marmut Merah Jambu yang disutradarai sendiri olehnya. Ya, inilah debut pertama Dika, begitu ia akrab disapa, sebagai sutradara film dari buku karyanya sendiri dengan judul yang sama. Tidak tanggung-tanggung, selain juga tentu saja sebagai pemain, Dika pun merangkap pula sebagai penulis skenario.
Marmut Merah Jambu merupakan buku ketiga karya Dika yang diangkat menjadi film oleh Starvision. Jika film sebelumnya Cinta Brontosaurus dan Manusia Setengah Salmon berkisah tentang Raditya Dika dewasa, dalam Marmut Merah Jambu penonton diajak masuk dalam masa SMA Raditya Dika, yang diperankan oleh Cristoffer Nelwan
Dalam Marmut Merah Jambu, terbaca bahwa Dika menggunakan bahan racikan, yakni humor yang bermain dengan kemlesetan persepsi populer yang beroperasi dalam logika hiperbola. Ini tercermin sekali di shot pembuka film, dimana kamera bergerak naik dari origami ayam-ayaman menuju wajah Dika yang tengah merapalkan naskah ketika hendak bertemu orang tua Ina Mangunkusumo, cintanya sewaktu SMA.
Rapalan naskah itu adalah latihan yang disulap menjadi humor dengan cara melebih-lebihkannya sembari memlesetkan prakiraan penonton yang semula menyangka bahwa naskah tersebut adalah peristiwa yang sebenarnya. Formula shot pertama tadi diulang-ulang terus sampai habis, dimana Dika meminjam-minjam bentuk stand-up comedy-nya yang biasa untuk kemudian diceritakan kembali dalam film.
Malangnya, pemberdayaan perkakas filmis (kamera, penyuntingan, dsb) tidak tampak lagi hingga film usai. Sisa filmnya malah balik lagi ke sosok Raditya Dika yang sebenarnya hanya mengulang-ulang dirinya sendiri dari satu film ke film berikut, buku satu ke buku dua, panggung pertama ke panggung lainnya. Semua komedian tentu tahu, bahwa mengulang-ulang guyonan tak akan membuatnya bertambah lucu. Dalam Marmut Merah Jambu, formula guyonan yang terus berulang berdampak pada tingkat kelucuan yang terus berlungsuran.
Debut Raditya Dika
Marmut Merah Jambu bisa dibilang penentuan bagaimana hasil akhir dari debut sutradara dari Raditya Dika ini dalam pengarahannya. Film ini berhasil diarahkan dengan begitu baik oleh Raditya Dika dalam debut penyutradaraannya. Meskipun tak sampai menjadi satu pengarahan yang mengagumkan, tetapi Raditya Dika berhasil mengarahkan novelnya menjadi film komedi romantis yang begitu manis dan menyenangkan untuk diikuti.
Marmut Merah Jambu pun mampu berdiri sejajar dengan Manusia Setengah Salmon dan malah bisa setingkat lebih baik. Komedi yang disajikan di film ini tetap memiliki khas Raditya Dika dan masih mampu mengundang tawa saat menontonnya. Raditya Dika tahu bagaimana untuk menyelipkan komedi-komedi miliknya di saat yang tepat sehingga setiap komedinya berhasil mengenai sasaran.
Di Marmut Merah Jampu pun, masih ada beberapa komedi yang tidak memiliki kekuatan penuh untuk mengundang semua penonton agar tertawa bersama-sama saat menontonnya. Hal tersebut terjadi karena intensitas komedi yang ada di film ini terlalu sering muncul di permukaan film yang akhirnya memiliki kesan memaksa untuk beberapa adegan.
Perlunya jeda untuk film komedi adalah satu hal yang diperhatikan. Tentunya, agar cerita-cerita yang menjadi pondasi kuat untuk jalannya sebuah film itu bisa diperhatikan dengan sangat baik. Marmut Merah Jambu memiliki satu masa di mana lelucon-lelucon itu harus dikurangi agar cerita cinta dan pertemanan Dika, sang pemeran utama ini bisa lebih diperhatikan lebih lagi. Satu hal yang menarik di Marmut Merah Jambu, menggunakan alur campuran dengan transisi yang menarik.
Marmut Merah Jambu memiliki pakem yang berbeda ketimbang dua film sebelumnya. Tentu, itu menjadi kekuatan lain untuk Marmut Merah Jambu hingga tidak membuat Marmut Merah Jambu ini berjalan lurus-lurus saja. Akhirnya memberikan cita rasa lain untuk menceritakan cinta pertama saat SMA yang berujung pada kisah cinta Dika saat dirinya sudah dewasa.
Raditya Dika juga berhasil mengarahkan cerita cinta remaja untuk filmnya ini dengan manis. Filmnya dikemas dengan sedemikian rupa sampai paruh ketiga dari film ini tiba, kesan manis dan romantis itu berhasil disajikan kepada penontonnya dengan kekuatan penuh dan sangat berhasil. Kesan Romantis yang dibangun di Marmut Merah Jambu pun tak memberikan kesan murahan.
Dibalut dengan soundtrack-soundtrack menarik dan manis di setiap adegannya yang mampu berkoneksi baik dengan adegan-adegan romantis di film ini. Tentu saja, dengan shot indah yang ditangkap dan disajikan di setiap frame-nya, sehingga bisa mendapatkan gambar-gambar indah yang dapat menguatkan kesan romantis itu. Ditambah dengan set dalam production value yang juga menekankan kesan manis untuk adegannya.
Over all, Marmut Merah Jambu adalah usaha debut penyutradaraan Raditya Dika yang berhasil. Dengan komedi-komedi renyah dan kisah cinta romantis tentang cinta pertama dikemas menarik yang akan menarik perhatian penonton remaja khususnya, meskipun memiliki beberapa kesalahan kecil dalam presentasi leluconnya. Tetapi, Marmut Merah Jambu berhasil menaruh patokan lumayan tinggi untuk sebuah film komedi romantis di perfilman Indonesia.


(Abdi Sanjaya)