Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Jumat, 27 Februari 2015

TEKNIK WAWANCARA


I.                  PENGERTIAN WAWANCARA
Wawancara adalah tanya jawab dengan maksud memperoleh data untuk keperluan tertentu, misalnya untuk bahan berita. Tanya jawab dilakukan oleh dua pihak. Pihak pertama adalah pewawancara dan merupakan orang yang mengajukan pertanyaan. Adapun pihak kedua adalah orang yang diwawancarai atau narasumber. Narasumber merupakan orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan dari pewawancara. Wawancara dapat dilakukan secara langsung (tatap muka) atau melalui telepon. Apabila wawancara dilakukan secara langsung, semua indra pewawancara dapat menyerap informasi, kata-kata, sekaligus penggambaran narasumber. Sebagai contoh, pewawancara dapat melihat mata narasumber. Mata itu mampu bercerita banyak ketika narasumber menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Pewawancara juga dapat memperhatikan pakaian, gerak atau bahasa tubuh, dan ekspresi wajah narasumber sehingga keadaan narasumber (gelisah, tenang, atau borbohong) dapat diketahui.
      Wawancara melalui telepon tidak memungkinkan pewawancara melihat fisik orang yang diwawancarai. Wawancara melalui telepon kurang dapat menyajikan gambaran narasumber secara utuh.

II.              TEKNIK WAWANCARA
Teknik wawancara merupakan salah satu teknik reportase yang dapat dilakukan seorang wartawan. Wawancara berita menjadi bagian penting dalam proses pencarian berita. Oleh karena itu, seorang wartawan harus menguasai pula teknik wawancara. Wawancara berita merupakan teknik atau keterampilan yang wajib dimiliki wartawan. Wawancara sering dihubungkan dengan pekerjaan jurnalistik. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi, data, atau keterangan tambahan yang penting dan menarik untuk penyusunan berita. Newson dan Wollert, dalam buku Media Writing, Newa for the Mass Media (1985) menyatakan bahwa wawancara merupakan alat utama dalam pengumpulan bahan berita. Melalui wawancara, seorang wartawan dapat menggali informasi yang lebih optimal dari narasumber.
Teknik wawancara dapat dilakukan dengan sambil lalu. Wawancara berita setidaknya membutuhkan beberapa keterampilan dasar, yang mencakup:
Ø  Memahami maksud dan tujuan wawancara
Ø  Menguasai topik dan materi wawancara
Ø  Mampu menata organisasi wawancara, termasuk waktu wawancara
Ø  Mampu mendeteksi kesesuaian hasil wawancara dengan proyeksi
Ø  Berita yang akan ditulis
Wawancara sangat menentukan kualitas suatu berita. Transparansi dan pertanggung jawaban penyajian suatu berita yang paling objektif dapat dihasilkan melalui wawancara. Wawancara berisi pendapat, pandangan, dan pengamatan narasumber yang dapat menjadi bahan penulisan berita. Wawancara dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan, fakta, data-data, penegasan, dan informasi lainnya. Wawancara berguna untuk memastikan, mengklarifikasi, mengecek, atau meluruskan kembali berbagai informasi yang beredar maupun berita yang dilansir.
A.   Persyaratan Wawancara Berita
Wawancara untuk kepentingan jurnalistik tidaklah berlangsung sederhana. Di samping keterampilan dasar yang harus dimiliki dalam melakukan wawancara, seorang wartawan harus memenuhi persyaratan dalam melakukan wawancara berita. Untuk dapat melakukan wawancara yang baik, setidaknya dibutuhkan 8 (delapan) persyaratan pokok wawancara, yang terdiri atas berikut ini:
a.       Mempunyai tujuan yang jelas. Apa target yang dicapai melalui wawancara. Dengan tujuan yang jelas, wawancara berlangsung secara terarah. Wawancara bukan obrolan atau bincang-bincang biasa.
b.      Efisien. Wawancara semestinya dilakukan secara ringkas (bukan singkat), tetapi mendalam untuk mengungkap banyak hal yang perlu digali sebagai bahan berita.
c.       Menyenangkan. Wawancara bukanlah interogasi dan harus bebas dari tekanan. Suasana menyenangkan dalam wawancara akan berdampak besar terhadap proses wawancara antara wartawan dengan narasumber.
d.      Mempersiapkan diri dan riset awal. Wawancara perlu mempersiapkan diri, bahkan perlu riset awal sebagai background pengetahuan atas masalah yang menjadi topik wawancara. Bekal wawancara yang baik harus dipersiapkan sehingga tanya jawab berjalan optimal.
e.       Melibatkan khalayak. Masalah yang pantas diwawancarai harus memiliki kepentingan terhadap masyarakat atau publik.
f.       Menimbulkan spontanitas. Wawancara yang baik membutuhkan tanya jawab dan penciptaan suasana yang spontan. Wawancara tidak perlu membaca pertanyaan demi pertanyaan. Spontanitas dapat mencairkan suasana sehingga aliran informasi dapat lebih leluasa.
g.      Mengendalikan suasana. Dalam wawancara, wartawan harus mampu menjadi pengendali wawancara, bukan sebaliknya, narasumber yang menguasai wawancara dan mengendalikan wartawan.
h.      Mengembangkan logika. Wawancara perlu menggali kesesuaian fakta dengan opini narasumber sehingga mencapai dimensi logis. Wawancara bukan debat kusir, bukan pula argumentasi.


B.   Unsur-Unsur Wawancara
Wawancara memiliki unsur-unsur yang haru terpenuhi. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada, wawancara tidak dapat dilakukan. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
·         Pewawancara atau orang yang berkedudukan dan tebagai pencari informasi.
·         Narasumber atau informan yang diwawancarai. Narasumber yang diwawancarai biasanya merupakan seseorang yang memiliki keterkaitan dengan informasi yang diperlukan. Narasumber tersebut dapat berupa tokoh, ahli, atau orang biasa.
·         Tema atau perihal yang diwawancarakan. Tema menjadi pokok sekaligus pembatas hal-hal yang dibicarakan.
·         Waktu atau kesempatan dan tempat.
C.   Jenis-Jenis Wawancara
Wartawan harus melakukan wawancara untuk melengkapi dan mempertajam suatu berita. Ada beberapa jenis wawancara yang dikenal antara lain:
1.      Berdasarkan Perangkat dan Teknik Pelaksanaannya
a.       Wawancara secara serta merta
Wawancara serta merta adalah wawancara yang dilakukan secara spontan dan dilakukan dalam situasi alamiah. Hubungan antara pewawancara dan narasumber berlangsung secara wajar. Pertanyaan dan jawaban berjalan sebagaimana layaknya obrolan sehari-hari.
b.      Wawancara dengan Petunjuk Umum
Pewawancara dalam wawancaradengan petunjuk umum perlu membuat kerangka atau pokok masalah yang akan ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara dilangsungkan.
c.       Wawancara dengan Seperangkat Pertanyaan yang Telah Dibakukan
Urutan pertanyaan, kata-kata, dan cara penyajian pertanyaan dalam jenis wawancara ini sudah ditetapkan. Pewawancara hanya membacakan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan itu secara apa adanya.
2.      Berdasarkan Cara Mengajukan Pertanyaan
a.       Wawancara Berstruktur
Wawancara berstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara sistematis. Pertanyaan yang diajukan tersebut telah disusun sebelumnya.
b.      Wawancara Tidak Berstruktur
Wawancara tidak berstrutur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Biasanya pertanyaan muncul secara spontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara.
3.      Berdasarkan Pelaksanaannya
a.       Wawancara Spontan
Wawaqncara spontan terjadi jika kegiatan wawancara tidak direncanakan sebelumnya atau terjadi secara spontan. Sebagai contoh, wawancara yang dilakukan pada saat terjadi kebakaran. Seorang wartawan harus mewawancarai korban, saksi, maupun petugas kebakaran untuk meliput kebakaran itu.
b.      Wawancara Terencana
Wawancara terencana adalah wawancara yang sengaja direncanakan. Sebagai contoh, wawancara dalam acara televisi atau radio yang sengaja mengundang narasumber ke studio. Tujuannya tentu mewawancarai narasumber mengenai pokok persoalan yang telah ditentukan sesuai topik yang akan diperbincangkan.
4.      Berdasarkan Tempat Pelaksanaannya
Wawancara dapat dilakukan secara tertutup dalam ruangan khusus maupun di dalam ruang terbuka. Wawancara tertutup biasanya dilakukan berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat pribadi dan rahasia. Adapun wawancara secara terbuka dapat dilangsungkan ketika membahas permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Pada umumnya, dalam wawancara terbuka jumlah wartawan atau pewawancara dan narasumber bisa lebih dari satu orang. Contoh wawancara secara terbuka dapat kita saksikan ditelevisi dalam acara seperti dialog, bincang-bincang, atau debat.
            Hasil wawancara diharapkan menjadi laporan yang lebih lengkap dengan mengungkapkan fakta yang lebih lengkap. Selain itu, hasil wawancara diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang suatu peristiwa. Dengan demikian, berita yang disajikan merupakan perpaduan  antara fakta ( fact news) dan opini, pendapat, dan omongan (talk news).
            Untuk menggali informasi atau keterangan dari seseorang, wawancara yang dilakukan tidak boleh sekadar sambil lalu, tetapi memerlukan kekhususan. Wawancara khusus opini mempunyai nilai tambah dalam dunia jurnalistik, Jika:
·         Sumber wawancara “memiliki nama” atau keistimewaan.
·         Opini yang dikemukakan merupakan sesuatu yang sama sekali baru, dan
·         Opini yang dikemukakan belum pernah dikemukakan kepada media lain.

D.   Tujuan Wawancara
Terdapat beberapa tujuan wawancara yang dilakukan oleh wartawan. Tujuan yang paling utama adalah mencari keterangan atau informasi dari narasumber untuk membuat berita. Narasumber tidak harus satu orang, tetapi bisa beberapa orang. Hal itu dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Sebagai contoh, wartawan yang ingin membuat berita tentang perampokan. Wartawan itu harus mewawancarai beberapa narasumber, yaitu korban perampokan, saksi mata, dan pihak kepolisian. Ketiga narasumber tersebut perlu dimintai keterangan oleh wartawan seputar perampokan yang telah terjadi. Hasil wawancara itu kemudian diolah oleh wartawan dan dijadikan bahan utama dalam membuat berita yang akan ditulisnya.
Tujuan wawancara Selain mencari keterangan untuk membuat berita adalah mengonfirmasi atau melakukan pengecekan benar atau tidaknya sebuah berita. Hal itu dilakukan kepada pihak-pihak yang diberitakan. Melakukan konfirmasi atau pengecekan perlu dilakukan agar wartawan tidak menulis berita yang belum tentu kebenarannya. Sebagai contoh, seorang wartawan mendengar kabar dari rekannya bahwa ada seorang pesinetron remaja yang nilai rapornya jelek karena terlalu sibuk syuting. Seorang wartawan tidak boleh langsung menulis berita hanya berdasarkan kabar dari rekannya. Seorang wartawan harus menanyakan atau mengonfirmasi dengan cara mewawancarai pesinetron remaja yang dimaksud. Tujuannya untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Selain itu, wartawan harus mencari bukti meyakinkan ke sekolah pesinetron yang dimaksud untuk mencari keteranga dari guru atau wali kelasnya.

E.   Persiapan Wawancara
Sebelum melakukan wawancara, seorang wartawan harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Wartawan harus mempersiapkan berbagai keperluan wawancara, baik perlengkapan maupun materi wawancara. Materi wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan diajuakan kepada narasumber. Tanpa persiapan yang baik, dikhawatirkan terjadi sesuatu yang dapat membuat malu wartawan itu sendiri, lembaga yang menugaskan, maupun narasumber.
Berikut ini beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh wartawan sebelum melakukan wawancara:
v  Menguasai persoalan yang akan diperbincangkan. Jika perlu pewawancara dapat membuat daftar pertanyaan, dari yang bersifat umum sampai yang detail.
v  Menentukan arah permasalahan yang digali dengan dilengkapi berbagai berita. Berita yang dipilih harus berkaitan dengan bahan wawancara.
v  Menetapkan orang-orang yang akan menjadi narasumber untuk diwawancarai. Kriteria narasumber harus jelas.
v  Mengenali sifat-sifat narasumber sebelum melaksanakan wawancara. Untuk mengenali narasumber secara lebih dekat, wartawan dapat melakukan dua hal. Pertama, bertanya kepada orang lain yang tahu atau dekat dengan narasumber. Kedua, membaca tulisan dan riwayat hidup narasumber, termasuk keluarga dan kegemarannya.
v  Membuat janji terlebih dahulu dengan narasumber. Biasanya narasumber merupakan orang yang sibuk, sehingga pengaturan waktunya harus benar-benar diperhatikan. Wartawan harus menepati janji wawancara yang waktunya sudah disepakati bersama.
v  Membaca karakter calon narasumber. Hal ini diperlukan sebagai persiapan mental untuk mengadakan wawancara. Ingat, setiap narasumber mempunyai karakter yang berbeda.
v  Mempersiapkan peralatan wawancara yang diperlukan. Sebagai contoh, buku catatan, bolpoin, alat perekam, dan kamera jika diperlukan.
v  Mempersiapkan pakaian yang rapi untuk dikenakan. Seorang wartawan harus menghindari penampilan yang kurang sopan.

F.    Bentuk Pertanyaan Wawancara
Seseorang pewawancara dituntut lihai dalam mengajukan pertanyaan agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari narasumber. Oleh karena itu, pewawancara perlu menguasai berbagai bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam wawancara. Bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat digunakan pada saat wawancara, yaitu:
1.      Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka memberi kesempatan kepada narasumber untuk memberikan setiap kemungkinan jawaban. Pertanyaan terbuka biasanya dimulai dengan kata tanya siapa (who), mengapa (why), apa (what), dimana (where), yang mana (which), berapa (who), kapan (when), atau bagaimana (how).
2.      Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan tertutup hanya memberikan satu pilihan jawaban dari serangkaian tanggapan. Pertanyaan tertutup biasanya dimulai dengan kata kerja. Untuk pertanyaan ini, jawaban yang mungkin hanyalah “ya” atau “tidak”. Contohnya: “Apakah kamu menyesal hanya menjadi juara harapan dalam lomba baca puisi itu?”
3.      Pertanyaan Langsung
Pertanyaan langsung mengarah langsung pada target. Pertanyaan langsung bersifat segera dan jelas. Tujuannya untuk memperoleh pengungkapan hal yang ingin diketahui. Contohnya: “Pernahkah kamu menjadi juara lomba penulisan ilmiah pelajar tingkat provinsi?”
4.      Pertanyaan Tidak Langsung
Pertanyaan tidak langsung bersifat menyembunyikan hal yang sebenarnya ingin diketahui oleh pewawancara. Pertanyaan tidak langsung lebih memungkinkan menghasilkan jawaban yang jujur. Contohnya: “Seberapa sering kamu ketahuan guru saat meninggalkan kelas pada jam-jam pelajaran?”
5.      Pertanyaan Pilihan Ganda
Pertanyaan pilihan ganda menyediakan kemungkinan satu rangkaian jawaban. Tujuannya untuk mengurangi kemungkinan jawaban kurang penting dari narasumber yang berusaha mengelak atau terlalu diplomatis. Contohnya: Mengapa Anda yang dikenakan tahanan kota? Bagaimana dengan teman Anda yang turut dalam pesta miras waktu itu?”
6.      Pertanyaan Yang Mengarahkan dan Mengandung Saran
Contoh pertanyaan yang mengarahkan dan mengandung saran: “kemana lagi Anda akan mengadukan nasib, kalau tidak ke Lembaga Bantuan Hukum?”
7.      Pertanyaan Reflektif
Pertanyaan reflektif digunakan untuk mendorong narasumber agar memberikan komentar lebih lanjut. Contohnya: “Bagaimana anda dapat menyimpulkan bahwa kenakalan remaja diawali dari kenakalan orang tua?”
8.      Pertanyaan Pengandaian
Pertanyaan pengandaian dapat digunakan untuk mendorong narasumber agar berpikir ke depan. Contohnya: “Seandainya kamu berhasil meraih juara pertama dalam lomba pelajar, apa yang akan kamu lakukan?”
9.      Pertanyaan Netral
Pertanyaan netral adalah pertanyaan yang tidak secara eksplisit atau implisit menyarankan jawaban yang diinginkan. Contohnya: “Apakah Anda akan ikut dengan kami?”
10.  Pertanyaan Menggiring
Pertanyaan menggiring adalah pertanyaan yang menyarankan jawaban yang diinginkan secara eksplisit atau implisit. Contohnya: “Anda ikut dangan kami, kan?”
11.  Pertanyaan yang Membebani
Pertanyaan yang membebani adalah pertanyaan yang direkayasa dengan mengisyaratkan jawaban yang diinginkan. Pertanyaan yang membebani merupakan bentuk pertanyaan menggiring yang sering menjengkelkan. Namun, tidak dapat disangkal bahwa pertanyaan yang membebani terkadang menguntungkan karena mampu “memaksa” narasumber untuk segera memberikan pendapat. Contoh pertanyaan membebani: “Bukankah kebijakan baru Anda sudah dicoba pada masa lalu tanpa membawa sukses?”

G.  Pelaksanaan Wawancara
1.      Menjaga Suasana
Menjaga Suasana sangat penting dalam pelaksanaan wawancara. Suasana wawancara perlu dibuat nyaman. Tujuannya agar wawancara berjalan santai atau tidak terlalu formal meskipun membahas masalah yang serius. Menciptakan suasana yang nyaman dan baik memerlukan waktu. Oleh karena itu, sebelum memasuki materi yang akan dipercakapkan lebih baik dibuka dengan hal-hal yang umum. Sebagai contoh, Wawancara diawali dengan menanyakan keadaan narasumber, misalnya masalah kesehatan, hobi, atau hal lain yang mungkin menyentuh hati. Sifat basa-basi ini diperlukan untuk menarik simpati agar narasumber tidak terlalu pelit dengan pernyataan atau pendapat baru. Jika pewawancara sudah mengenal narasumber secara dekat, basa-basi dapat dikurangi. Terlebih jika waktu untuk wawancara sangat terbatas, pewawancara harus tanggap dan perlu membicarakannya sebelum melangsungkan wawancara.
Hal-hal yang dapat dilakukan pewawancara untuk menjaga suasana, antara lain sebagai berikut:
·         Tidak membuat narasumber marah atau tersinggung sehingga percakapan langsung diputus.
·         Tidak marah-marah atau memojokkan narasumber.
·         Hindari tempat yang berisik, pilihlah tempat yang baik untuk bercakap-cakap dengan volume pembicaraan yang normal/sedang.
·         Pastikan alat perekam berfungsi dengan baik, Jika duduk di restoran lakukanlah pemesanan sebelum memulai wawancara.
·         Jangan biarkan Narasumber mengambil microphone. Minta Narasumber untuk nerbicara dalam suara normal mereka (volume sedang) dan tahan microphone sekitar 10 cm dari mulut mereka.
·         Gunakan meja yang tepat, tempatkan microphone di posisi yang pas sehingga baik suara pewawancara maupun suara narasumber bisa didengar dan terekam dengan jelas dalam suara asli.
·         Jangan melakukan banyak gerakan yang akan menimbulkan kebisingan. Jangan juga terlalu kaku dalam gesture tubuh karena hal ini akan mempengaruhi sejauh mana narasumber akan membuka diri kepada pewawancara.
2.      Bersikap Wajar
Kemungkinan dalam sebuah wawancara, pewawancara berhadapan dengan narasumber yang tidak menguasai persoalan. Jika hal itu terjadi, pewawancara harus pandai membawa diri. Pewawancara harus dapat mencegah agar narasumber tidak berceramah dan tidak merasa rendah diri. Pewawancara dapat mengarahkan narasumber tanpa harus menggurui. Tujuannya agar narasumber dapat memahami persoalan yang akan digali.
3.      Memelihara Situasi
Pewawancara terkadang terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi narasumber. Oleh karena itu, dalam wawancara pewawancara harus pandai memelihara situasi agar mendapat informasi yang dibutuhkan. Pewawancara tidak boleh terjebak kedalam situasi perdebatan dengan narasumber yang diwawancarai. Pewawancara juga perlu menghindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak  berlebihan sehingga menjurus ke arah interogasi atau menghakimi.
4.      Tangkas Menarik Kesimpulan
Pada saat wawancara berlangsung, pewawancara dituntut setiap mengikuti setiap jawaban narasumber untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Kesimpulan yang tepat membuat wawancara dapat terus dilanjutkan secara lancar. Kesalahan yang sering dilakukan oleh wartawan, yaitu kurang tangkas pada saat mengambil kesimpulan. Akibatnya, narasumber harus mengulang kembali hal yang telah disampaikan. Jika itu terjadi berulang kali, akan membuat narasumber bosan sehingga wawancara tidak berkembang. Selain itu, Dapat membuat pintu informasi menjadi tertutup. Akibat yang paling parah, yaitu kehilangan sumber berita karena narasumber takut salah kutip.
Bagi narasumber yang teliti dan kritis, setiap kalimat akan menjadi pengamatan. Salah kutip harus dihindari dalam setiap wawancara. Jangan takut meminta pertanyaan diulang jika ada kata yang kurang jelas. Sebagai contoh, ucapan dalam bahasa asing harus selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.
5.      Menjaga Pokok Persoalan
Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap wawancara. Tujuannya agar pewawancara mendapatkan hasil yang memuaskan. Pewawancara dapat menjaga pokok persoalan ini sering diliputi perasaan rikuh jika yang diwawancarai pejabat atau orang yang mempunyai otoritas. Sering kali untuk menjaga perasaan tersebut, pewawancara mengikuti hal-hal yang dikatakan narasumber. Meskipun demikian, pewawancara harus tetap menjaga agar narasumber tidak lari dari pokok persoalan. Sebagai contoh, pewawancara ingin mendapat gambaran tentang kerusakan lingkungan. Pada awalnya narasumber bercerita tentang lingkungan, tetapi ditengah pembicaraan keterangan narasumber menyimpang dari pokok persoalan. Jika sudah demikian, pewawancara harus segera mengembalikan inti persoalan.
6.      Bersikap Kritis
Sikap kritis perlu dikembangkan dalam wawancara agar informasi yang diperoleh lebih terinci dan lengkap. Sikap kritis berkaitan dengan kemampuan pewawancara dalam menangkap setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh narasumber. Jadi, apabila narasumber salah mengungkapkan data, baik itu tentang angka, tempat kejadian, atau hal lain, pewawancara dapat meluruskannya. Sikap kritis tidak hanya menyangkut pokok persoalan, tetapi juga terhadap gerakan narasumber yang diwawancarai. Hal ini penting sebagai bahan untuk menuliskan laporan agar utuh dan penuh warna. Sebagai contoh, ketika narasumber memberikan keterangan dalam keadaan gelisah, hal itu harus ditangkap sebagai isyarat yang dapat dituangkan dalam tulisan. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh gambaran secara utuh.

7.      Sopan Santun
Sopan santun perlu dijaga pada saat melakukan wawancara. Meskipun sudah sangat mengenal Narasumber, pewawancara tidak boleh bersikap sembarangan, sombong dan tidak simpatik. Sebagai contoh, jika akan merokok, pewawancara harus meminta izin, apalagi jika ruangan tempat wawancara ber-AC dan narasumber tidak merokok. Hal-hal praktis lain yang berkaitan dengan sopan santun saat melakukan wawancara, yaitu:
a.       Jangan salah mengeja nama orang yang diwawancarai, lebih baik tanyakan namanya sebelum melakukan wawancara. Jika nama narasumber sulit dieja, mintalah dengan hormat agar narasumber menuliskannya di buku yang digunakan untuk mencatat hasil wawancara.
b.      Pada awal dan akhir wawancara, ucapkan terima kasih kepada narasumber yang telah memberikan kesempatan dan informasi.
c.       Pada awal wawancara, sebutkan alasan melakukan wawancara sehingga narasumber mengerti benar maksud wawancara.
d.      Pada akhir wawancara, kita dapat berpesan kepada narasumber untuk tidak keberatan dihubungi jika data yang diperlukan ternyata masih kurang. Akhiri kegiatan wawancara dengan kesan yang baik. Sampaikan kepada narasumber agar dapat bertemu kembali. Tidak perlu berjanji akan memuat hasil wawancara, tetapi berikan keyakinan arti penting dan manfaat hasil wawancara tersebut.
Sebelum Hasil wawancara dipublikasikan, sebaiknya narasumber mengetahui rekaman atau catatan pendapat yang dikemukakan dalam wawancara. Cara ini dapat menghindari kesalahpahaman, dan memberikan kesempatan kepada narasumber untuk mengoreksi kekeliruan.

H.  Kesulitan Dalam Wawancara
Dari beberapa jenis wawancara, ada beberapa kesulitan yang terjadi pada saat ingin wawancara. Biasanya kesulitan terjadi karena beberapa hal:
·         Tidak ada persiapan pengetahuan atau penggalian latar belakang narasumber setelah menentukan siapa yang harus diwawancara berkaitan dengan topik yang ingin diberitakan. Hal ini mengakibatkan pada saat wawancara berlangsung sang jurnalis tidak bisa menyiapkan pertanyaan cadangan, atau bahkan mati kutu ketika narasumber diam saja dan tidak responsive terhadap pertanyaan.
·         Peralatan tidak berfungsi dengan baik. Apakah microphone, alat perekam, pena, tab/pad/notebook. Semua jenis peralatan yang diperlukan, dan bahkan wardrobe atau pakaian yang dipakai oleh jurnalis. Segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik sebelum wawancara.
·         Tempat dan lokasi. Memilih tempat dan lokasi harus sesuai dengan narasumber dan jenis informasi yang kita inginkan. Apakah harus dilakukan di tempat yang benar-benar tenang dan formal, atau tempat yang cukup tenang saja atau tidak bising tapi tidak formal untuk mencairkan situasi. Semua hal itu harus disesuaikan pula dengan waktu. Apabila wawancara malam-malam di lobi hotel, tentu hal ini akan mengakibatkan sebuah kesalahpahaman.
·         Selalu mempunyai rencana cadangan. Apa yang harus dilakukan apabila narasumber tidak aktif menjawab, apa yang harus dilakukan jika peralatan rusak, apa yang harus dilakukan bila tempat melangsungkan wawancara mendadak tidak lagi kondusif, dan lain-lain. Satu-satunya yang tidak bisa diatasi dengan rencana cadangan adalah apabila narasumber kita salah sasaran. Artinya, yang kita anggap akan jadi narasumber lingkar kesatu kita, ternyata hanyalah penyedia fakta yang kurang penting. Hal ini masih bisa diatasi dengan pertanyaan cadangan. Asalkan kita tidak memaksakan narasumber untuk mengarang suatu informasi hanya karena kita tidak ingin mencari orang lain untuk diwawancarai.
Satu hal yang penting, pewawancara harus yakin dan percaya diri ketika wawancara berlangsung. Selama wawancara berlangsung pewawancara perlu menyimak baik-baik jawaban dari narasumber. Jangan biasakan memotong jawaban narasumber yang belum selesai menjawab. Bersikaplah tenang dan tidak terburu-buru ketika mengajukan pertanyaan. Bersikap terburu-buru dapat menyebabkan narasumber tidak mengerti maksud pertanyaan pewawancara. Selain itu, dapat menghilangkan konsentrasi pewawancara dalam melakukan wawancara.
Melakukan wawancara memang membutuhkan keberanian tersendiri. Ketika melakukan wawancara, pewawancara mungkin bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Selain itu, pewawancara mungkin dituntut berbicara tentang masalah yang sedikit diketahui sehingga menghadapi risiko disepelekan atau ditertawakan. Akan tetapi, tidak mengajukan pertanyaan bagi seorang pewawancara merupakan hal yang buruk. Pewawancara tidak akan pernah tahuhal-hal yang mungkin mengagumkan. Dengan banyak bertanya, ada sebuah hadiah yang menanti, yaitu pewawancara dapat belajar sehingga pengetahuan akan bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
Fadli, R. 2005. Terampil Wawancara: Panduan untuk Talk Show. Jakarta: Grasindo.
P.,Farida Puji. 2007. Sukses Berwawancara. Yogyakarta: Citra Aji Pratama.
Newsom, W. Hinsom dan James A. Wollert. 1984. Media Writing: News for the Mass Media. Illinois: Wadsworth.


Kamis, 26 Februari 2015

PENGANTAR JURNALISTIK

JURNALISME KUNING / YELLOW JOURNALISM

1.      SEJARAH JURNALISME KUNING
Tahun 1895, surat kabar New York World, mendapat pesaing baru yaitu surat kabar New York Journal yang di miliki oleh William Randolf Hearst. Sejak tahun 1895 hingga 1898 terjadi persaingan hebat antara surat kabar New York World milik Pulitzer dan New York Journal milik Hearst. Ke dua media ini saling menabuh genderang perang dengan menyajikan berita-barita bombastis. Sensasional, dan kontroversial dengan tujuan utama peningkatan oplah. Persaingan sengit ini kemudian di kenal dengan istilah jurnalisme kuning / yellow journalism. Istilah ini di berikan oleh kalangan pers AS karena ke dua koran tersebut sering menyajikan berita murahan untuk mencari sensasi dan menarik minat pembaca. Selain itu, keduanya juga sama-sama memuat serial komik The Yellow Kid ( Bocah Kuning ). Akibat terlalu sering mempraktikkan yellow journalism ( Jurnalisme Kuning ), Joseph Pulitser pernah di seret ke meja hijau atas tuduhan pencemaran nama baik Presiden AS, Theodore Roosevelt dan pengusaha besar J.P Morgan.
Pada tahun 1909, surat kabar New York World memberitakan adanya transaksi palsu senilai USD 40 juta dolar dalam pembelian  Terusan Panama yang melibatkan dua orang penting tersebut. Beruntung dalam persidangan, hakim membebaskannya dari segala tuduhan atas dasar kebebasan pers. Tidak hanya itu, kurang lebih seratus tahun lalu, rakyat Amerika berang dengan tenggelamnya USS Maine yang menewaskan seluruh awaknya di lepas pantai Kuba, rakyat Amerika menuduh Spanyol-Amerika. Ironisnya, setelah perang usai di ketahui USS Maine tenggelam karena kecelakaan di kapal tersebut, yang pada awal konflik di beritakan oleh media massa Amerika dengan sensasionalitas yang luar biasa karena di ledakkan Spanyol. Untuk pertama kalinya kekuatan media unjuk gigi dalam memengaruhi kebijakan pemerintah untuk berperang dengan mempraktikkan apa yang di sebut Yellow Journalism ( Jurnalisme Kuning ).
Berjarak seratus tahun dari peristiwa Spanish-Amerika War, di belahan dunia lain Indonesia dan Malaysia, dua Negara serumpun terlibat ketegangan akibat salah satunya mengabaikan prinsip bertetangga yang baik. Klaim terhadap wilayah teritorial, penggunaan ikon pariwisata Indonesia yang tidak semestinya, dan perlakuan kasar warga negara Indonesia oleh Malaysia, menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi berang. Pada dasarnya, Yellow Journalism merupakan fenomena jurnalisme yang melanda AS di era akhir 1800-an dan awal 1900-an. Persaingan untuk meningkatkan penjualan oplah, atau dalam era sekarang. Untuk mendorong klik (dalam media dotcom) atau ranting dalam media TV, membuat media di New York pada saat itu memberitakan skandal-skandal dan mengemas pemberitaan secara sensasional. Yellow Journalism pun sempat mewarnai dunia pers Indonesia, terutama setelah Soeharto lengser dari kursi presiden. Saat ini masih ada koran-koran yang masih menyuguhkan pemberitaan sensasional semacam itu.

2.      DEFINISI JURNALISME KUNING
Yellow Journalism / Jurnalisme Kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Jadi, Yellow Journalism di definisikan sebagai jurnalisme yang memburukkan makna dan menekankan pada berita-berita sensasional daripada substansi isinya.
Jurnalisme kuning bertujuan karena untuk meningkatkan penjualan, ia sering di tuduh sebagai jurnalisme yang tidak profesional dan tidak beretika. Karna mementingkan bagaimana masyarakat suka pada beritanya. Padahal perkara isinya tidak dengan fakta yang terjadi.

3.      PENJELASAN TENTANG JURNALISME KUNING BESERTA CONTOHNYA.
Ciri khas Yellow Journalism / Jurnalisme Kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pembuatan judul yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu, agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik di harapkan masyarakat membelinya.
Orang akan tertarik untuk membaca atau membeli koran, yang di perhatikan pertama kali adalah judulnya. Apalagi judul-judul yang di buat dengan sangat bombastis. Bahkan untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul di buat dan di tulis secara besar besaran dengan warna yang mencolok dan tak jarang di sertai dengan gambar yang sadis.
                                        
CONTOH JURNALISME KUNING :
“MAJIKAN BUNUH PEMBANTU, MAYAT DI SEMBUNYIKAN DI PIPA” (OkeZone.com)
Warga Kapas Krampung, Surabaya, Jawa Timur, di kagetkan dengan penemuan mayat seorang perempuan. Mayat perempuan tersebut di taruh di dalam pipa reklame berdiameter 43 sentimeter dan panjang sekitar 173 sentimeter. Pipa di letakkan di depan rumah milik Emil (37) yang belakangan di ketahui sebagai pelaku pembunuhan. Di perkirakan mayat sudah di taruh di pipa selama sebulan.
Informasi yang di himpun, mayat tersebut di ketahui bernama Eka Indah Wijayanti (22), pembantu rumah tangga keluarga Emil.
“Eka ini adalah pembantu yang baru saja bekerja di rumah ini, dia warga Grobogan,” kata seorang saksi mata di lokasi kejadian.
Petugas Forensik Polrestabes Surabaya harus menggunakan las untuk memotong pipa. Setelah di masukkan pipa di tutup dengan di las. Di duga korban di bunuh di luar TKP dengan cara di pukul kepalanya menggunakan balok besi.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Tri Maryanto mengatakan dugaan sementara motif cinta segitiga. Istri Emil, bernama Yolanda cemburu karena suaminya memiliki wanita idaman lain, yang tak lain pembantunya sendiri.
“karena informasi dari warga sekitar yang di curigai ibu Emil tidak pernah pulang dan ada bau yang sangat menyengat, warga melapor ke polisi.
Jenazah korban sudah di bawa tim Laboratorium Forensik, sementara Emil langsung di bawa petugas Mapolrestabes Surabaya.

“SEORANG NENEK TEWAS TERPANGGANG” (SINDONEW.COM)
Nasib nahas di alami Napsiah (78) tahun warga kampung Baru Rt 02/10, Kembangan Utara, Jakarta Barat. Pasalnya nenek yang memiliki penyakit stroke itu tidak dapat keluar saat api menyala dari rumah tetangganya Rina.
Sutarno kepala Seksi Operasional Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Jakarta Barat mengatakan, kebakaran yang terjadi di Rt 02/10, Kembangan Utara itu tidak hanya menghanguskan 15 rumah  semi permanen juga menelan korban jiwa. Saat ini korban jiwa tersebut di bawa ke Rumah Sakit Cipto Mongunkusumo untuk di otopsi.
“Napsiah meninggal di tempat, dengan tubuh hangus terbakar karena tidak sempat melarikan diri saat api membakar rumahnya. Padahal suami dan cucunya sudah mencoba untuk menyelamatkannya, namun karena api semakin membesar, suami Napsiah hanya mampu menyelamatkan cucunya yang masih kecil, “kata Sutarno di lokasi kejadian. Sutarno menjelaskan, peristiwa kebakaran di duga akibat kompor gas yang meledak dari rumah Rina, beruntung api tidak menyambar semua rumah semi permanen yang berada di pemukiman padat tersebut lantaran posisi dekat dengan kali.
Suami Napsiah, Ujang (80) mengatakan saat kejadian dirinya sudah tidak bisa menemui istri tercintanya tersebut, lantaran api sudah membesar di dalam rumah. Dirinya dengan cucunya Rizal yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar hanya mampu menyelamatkan nyawanya masing masing.
’Kepala saya sudah panas, saya langsung pergi dengan cucu saya sebelum mampu menolong istri yang sedang sakit dan tidak mampu berjalan itu,” ungkap kakek yang sehari hari bekerja sebagai pemulung dan hanya memiliki seorang putra satu, Dede (30) yang tinggal di Bogor, Jawa Barat.

“TRAGIS : SISWI SMK YANG DI PERKOSA LALU DI BAKAR DUA KALI” (TRIBUN JOGJA)
Pihak kepolisian masih terus melakukan upaya pencarian tersangka lain terhadap pembunuhan Priya Puspita Restanti (17). Tersangka yang saat ini yang sudah di amankan adalah YN dan BG. Ke dua nya kini mendekam di Polres Sleman, mereka di tangkap pada kamis (18/4) sore dan malam.
YN salah seorang tersangka mengaku merupakan mantan pacar korban. Ia melakukan hal tersebut karena di ajak temannya. Kapolres Sleman AKBP Heri Sutrisman mengatakan, saat ini masih terus melakukan penyidikan, agar tersangka lain dapat di ungkap. Menurutnya, masih ada sekitar empat tersangka lain yang di kejar selain dua yang di amankan. “Saat ini  pengembangan penyidikan dua tersangka yang kami tetapkan. Sedangkan ada tiga orang yang menjadi saksi, mereka masih menunggu perkembangan hasil pemeriksaan,” kata dia jum’at sore. Menurut Heri, dari pemeriksaan sementara ada enam tersangka atas kasus ini, mereka adalah YN dan BG yang sudah di tangkap. Sedangkan dalam pengejaran yakni Adr, TN, JN, dan BBG. “Kami berharap segera mungkin melakukan penangkapan terhadap tersangka yang belum terungkap. Tersangka utama adalah Adr, dia yang mengajak melakukan perkosaan dan pembunuhan. Namun dia tidak kenal korban, sebab tersangka bukan teman secara kelompok, melainkan ada keterkaitan teman satu dan lainnya yang kemudian bertemu,” kata dia.
Heri mengatakan, semula BG mengajak jalan korban kemudian bertemu BG di sebuah tempat dan di ajak ke rumah YN yang ternyata merupakan rumah kosong. Kemudian BG dan korban masuk ke dalam dan minum-minuman keras sejenis arak. Setelah itu, YN menghubungi Adr, TN, JN, dan BBG. Kemudian mereka minum-minuman keras sejenis arak yang di taruh dalam bekas botol minuman mineral dan memaksa korban minum-minuman keras hingga pingsan, kemudian korban di perkosa secara bergantian oleh enam orang tersebut dan lantas di lakukan pembunuhan. Hasil sementara di ketahui pembunuhan di lakukan dengan tangan dan balok kayu. Semula setelah kejadian, pada hari pertama mayat korban masih berada kamar. Namun kemudian, pada kejadian hari ke dua mayat korban di bawa ke TKP yakni di dekat sungai di Dusun Kringinan Trukan, Selomartani, Kalasan, mayat di bawa dengan menggunakan sepeda motor. Kemudian pada Minggu, ada salah satu tersangka yakni Adr masih mencium bau mayat. Sehingga lantas di lakukan pembakaran untuk ke dua kalinya. Selain itu, para tersangka juga melakukan pengambilan barang milik korban berupa kalung dengan cincin dan di bagi-bagi antara mereka. Kira-kira perhiasan tersebut setelah di jual harganya Rp 1,5 juta, kemudian hasil nya di bagi-bagi bersama. Penemuan mayat pelajar SMK YPPK Maguwoharjo, Sleman ini bermula saat warga setempat, Suwandi (37) pergi ke sawah, saat itu ia mencium bau tak sedap di pinggir sungai yang banyak semaknya. Saat itu ia melihat sesosok mayat dan langsung melaporkannya ke pihak kepolisian. Lokasi penemuan korban dengan jalan desa tersebut hanya berjarak sekitar dua meter. Lokasinya juga berdekatan dengan area persawahan.

4.      KOMENTAR DAN ANALISA TENTANG JURNALISME KUNING
Jurnalisme Kuning ( Yellow Journalism ) memang menarik perhatian untuk di baca. Tapi pada dasar nya berita yang berisikan informasi yang menjadi kebutuhan seseorang, dalam hal ini media massa atau kegiatan Jurnalistik khususnya Yellow Journalism tidak serta merta dapat di salahkan ketika nantinya akan berdampak negatif dan di sisi lain peran dari pengolah informasi juga tidak di pungkiri keberadaannya. Sebagai pengolah informasi harus mampu pula bertanggung jawab akan apa yang terjadi ketika informasi itu sampai pada penerima informasi. Kita juga harus dapat mengolah informasi yang ada menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat.

5.      DAFTAR PUSTAKA
Stanley J.Baran, Introduction do Mass Communication, Media Literacy and Culture, McGraw. Hill, New York, 2004, helm. 109
M.E.Mc Combs dan D.L. Shaw dalam Public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972 yang berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media

The People’s Choice tahun 1944 yang di tulis oleh Paul Lazarfeld, Bernard Berelson, dan H.Gaudet