Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Kampus Ku Untuk Indonesia Jaya

Minggu, 29 November 2015

CERPEN: PENGORBANAN SEORANG IBU

SURAT TERAKHIR
By Abdi Sanjaya

Aku Gracia Rossela, biasa dipanggil Grace oleh teman-temanku di kampus. Aku sangat beruntung dibesarkan dengan wajah yang sangat cantik, tinggi, langsing, dan berkulit mulus, serta kuliah di Universitas termahal di Indonesia. Aku tidak mengira bahwa aku bisa kuliah di Universitas tersebut karna keadaan keluarku yang minim. Keberuntunganku menjadi gadis yang pintar dan selalu mendapatkan prestasi membuat diriku bisa kuliah di Universitas termahal dari cabang beasiswa.
Namun, kebahagiaanku mendapatkan kesempurnaan selalu dihalangi oleh seorang wanita tua renta yang hanya memiliki mata satu. Ya…! Dia adalah ibu ku. Ibu yang selalu membuatku malu dan selalu menjadi penghalang untuk kesempurnaan hidupku. Aku sangat benci. Benar-benar benci dengan ibuku yang buta.
Pernah suatu saat ketika aku pulang kuliah dengan teman-temanku, Aku berpapasan dengan ibu yang kebetulan sedang menyapu di depan rumah. Sekilas aku melihat wajahnya tersenyum sambil mengacungkan tangan tanda sambutan kepada anaknya yang baru pulang dari kampus. Hah! Tak ada sedikitpun dari raut wajahku untuk tersenyum kepadanya. Sungguh sangat malu apabila aku bersalaman dan mencium tangan ibuku. Itu sangat menjijikan dan sangat memalukan dalam hidupku. Apalagi jika aku bersalaman dengan ibu tepat didepan temanku. Sungguh memalukan!
“Grace! Dia ibumu?” Tanya salah seorang temenku singkat.
“Bukan! Dia pembantu!” Jawabku lantang sambil masuk kedalam rumah.

***
Keesokan harinya aku sangat marah dengan ibu gara-gara ibuku datang ke kampus mengantarkan bekal makananku yang kebetulan tertinggal. Aku menarik tangan ibu keluar kampus dan membantingnya.
“Sudah ku katakan Ibu jangan pernah untuk menemuiku di kampus!” tegas ku singkat. “ibu itu buta! Dan ibu bisa membuat aku malu! lanjut ku sambil menghentakkan kaki pergi menjauh darinya. Selanjutnya aku tak tahu ia pergi kemana, pulang kerumah, atau menjajakan makanan yang ia jual.
Sesaat aku kembali ke kelas, teman-temanku malah meledekku dan bertanya:
“Ibu mu punya mata satu?”
Sekilas mendengar itu, aku langsung menampar wajah temanku sekeras-kerasnya. Kemudian aku berlari pulang kerumah untuk melampiaskan kemarahanku kepada ibu. Dirumah aku langsung masuk kamar dan memasukkan pakaianku ke dalam koper. Melihat kejadian itu, ibu langsung panic dan berusaha menenangkanku. Namun, percuma saja ibu meleraiku karna hatiku benar-benar marah.
“Grace, jangan pergi Grace! Ibu mohon…!” kata ibu sambil menangis dan memegang tanganku.
Merasa dihalangi aku pun berusaha melepaskan genggaman tangan ibu di tangan ku kemudian aku mendorong ibu sampai terjatuh dilantai.
“Kenapa sih ibu punya mata satu! Ibu hanya membawa bahan tertawaan dalam hidupku! Kenapa ibu tidak mati saja! Aku benci Ibu!” sahutku langsung pergi. Di situ ibu hanya menangis tersedu-sedu.

***
Sudah seminggu aku meninggalkan rumah. Ibu memang selalu menelponku, tapi tak pernah aku jawab telpon darinya. Bahkan aku menggati SIM card ku agar ibu tidak pernah menghubungiku.
Suatu ketika diminggu yang sama aku mendapatkan kiriman surat dari bapak pos. Aku membuka surat itu. Bentuknya terlihat usang dan kucel. Lalu aku membacanya.
“Anak ku,
Ibu pikir hidupku sudah cukup lama saat ini. Ibu minta maaf apabila ibu memiliki banyak kekurangan. Ibu menyesal dan ibu tidak akan pernah lagi datang ke kampus untuk kamu. Ibu minta maaf jikalau ibu hanya memiliki satu mata dan ibu hanya membawa malu untuk mu.
Kamu tahu? Ketika kamu masih sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu mata, maka ibu memberikan mata untuk mu.
Ibu sangat bangga denganmu nak! Kamu bisa melihat dunia dengan leluasa, kamu bisa melihat dunia baru untuk ibu, dan menggantikan ibu dari mata itu. Ibu tidak akan pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapakali ketika kamu marah kepada ibu, ibu hanya berfikir bahwa ini karna kamu mencintai ibu.
Ibu rindu ketika kamu masih kecil dan berada disekitar ibu. Ibu rindu ketika ibu memeluk mu, membelai rambutmu, bahkan mencium keningmu.
Ibu sangat merindukanmu nak… kamu adalah dunia ibu…”

Setelah membaca surat itu, aku langsung berlari sekencang-kencangnya. Di jalan pikiranku entah melayang kemana. Aku berlari sambil teringat flashback ketika aku mendorong ibu, mengatakan kata-kata yang tak sewajarnya kepada ibu, mencampakkannya… dan aku sangat menyesal. Belum lagi sesampai dirumah aku dikagetkan oleh banyak orang yang berpakaian hitam. Aku kaget dan benar-benar kaget.
Bahkan aku sangat kaget ketika ada sesosok wanita tua terbaring pucat berbungkuskan kain putih di tengah-tengah kramaian orang. Ya.. wanita tua itu adalah ibu ku, ibu yang selama ini membesarkanku, mengasih sayangi aku, merawatku, dan memberikan separuh tubuhnya untuk kesempurnaanku. Tak dapat menahan isak tangis dimataku, aku langsung memeluk jasat ibu. Jasat ibu yang sudah tak bernyawa dan tak akan pernah kembali lagi untukku. Aku menagis semerta-merta dan menjadi-jadi.
Di situ aku benar-benar menyesal. Menyesali hidup yang selama ini aku lakukan kepada ibu. Seharusnya aku tak akan pernah malawan ibu selayaknya ia mengajariku dengan sabar, membantingnya selayaknya ia menggendongku waktu kecil, dan meninggalkannya selayaknya ia melindungiku ketika aku mendapatkan kecelakaan. Aku menyesal dan menyesal… ibu… maafkan aku…

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar